KEAMANAN
PANGAN DI INDONESIA DIBANDINGKAN DENGAN NEGARA TURKI DIKAITKAN DENGAN REGULASINYA
Disusun
untuk Memenuhi Mata Kuliah
Hukum
Kesehatan Pangan, pemakaian Obat dan Toksikologi
DOSEN
DR.
Ir. CH. RETNANINGSIH, MP
KELOMPOK
6
DISUSUN
OLEH :
PRADHITA
BUDI PRANATA 17.C2.0017
TIAZH
OKTAVIANI 17.C2.0020
FANNY
JEANE TOMASOA 17.C2.0029
PROGRAM PASCA
SARJANA HUKUM KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK
SOEGIJAPRANATA
TAHUN 2018
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. 1
ABSTRAK.............................................................................................................. 1
DAFTAR
ISI........................................................................................................... 1
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................... 1
BAB II DISKRIPSI
DAN ANALISA MASALAH ........................................ 1
BAB III REGULASI
KEAMANAN PANGAN ................................................. 1
BAB IV
KESIMPULAN........................................................................................ 1
DAFTAR PUSTAKA
............................................................................................ 1
LAMPITAN............................................................................................................ 1
JURNAL 1
.............................................................................................................. 1
JURNAL II
............................................................................................................. 1
JURNAL III
........................................................................................................... 1
JURNAL IV
........................................................................................................... 1
JURNAL V
............................................................................................................. 1
ABSTRAK
Salah
satu kebutuhan dasar manusia adalah pangan. Saat ini makan bukan hanya menjadi
kebutuhan dasar namun menjadi gaya dan manjadi kelas hidup seseorang. Kebutuhan
pangan tersebut menjadikan industri makanan berpikir keras dimana untuk
memproduksi makanannya secara luas dan banyak hingga menembus pasar dunia maka
beberapa negara memilih untuk memakai Bahan Tambahan Pangan sebagai pengawet
makanan. Regulasi pengawet makanan pun dibuat untuk mengatur penggunaan nya
agar tidak memunculkan reaksi yang dapat membahayakan konsumen pada saat
mengkonsumsi makanan ataupun minuman. Seperti yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, Dan Gizi Pangan Pasal 11
yaitu produksi pangan yang menggunakan bahan tambahan pangan untuk diedarkan
wajib menggunakan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Dan seperti yang
diatur pada negara Turki 5996 Law, Veterinary services, plant health, food and
feed Law. Kedua negara tersebut antara turki dan indonesia keduanya sama-sama
memiliki regulasi untuk mengatur ketahanan pangan negaranya, namun antara
keduanya memiliki perbedaan dalam syarat dan ketentuan yang diberlakukan.
ABSTRACT
One of the basic human needs is food. Nowadays eating is not only a basic
necessity but a style and manjadi one's life class. The need for food makes the
food industry think hard where to produce its food widely and widely to
penetrate the world market, some countries choose to use Food Additives as food
preservative. Food preservative regulation was created to regulate its use so
as not to elicit a reaction that could endanger consumers when consuming food
or drink. As regulated in Government Regulation no. 28 Year 2004 Concerning
Food Safety, Quality, and Nutrition Article 11 means food production that uses food
additives for distribution shall use food additives permitted. And as regulated
in Turkish country 5996 Law, Veterinary services, plant health, food and feed
Law. Both countries between Turkey and Indonesia both share the same regulation
to regulate the food security of their country, but between the two have
differences in terms and conditions applied.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang masalah
Pangan atau makanan
sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat
Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi
dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Pangan yang
aman, bermutu, bergizi, beragam dan tersedia cukup merupakan prasyarat utama
yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang
memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai semua itu
perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan baik
bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan serta tidak
bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Untuk mewujudkan sistem pengaturan,
pembinaan dan pengawasan yang efektif di bidang pangan serta melindungi masyarakat
dari pangan yang dapat membahayakan kesehatan diperlukan antara lain peraturan
yang dimaksudkan sebagai landasan hukum pengaturan, pembinaan dan pengawasan
terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran dan atau perdagangan pangan.
Hal ini diwujudkan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan pada Bagian Keenam belas pasal 109 sampai dengan pasal 112
dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pemberian
pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang
tidak terpisahkan di dalam industry makanan. Apalagi perkembangan zaman
menuntut produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan memiliki
tampilan menarik. Solusi yang di lakukan industry pangan adalah menambahkan
bahan pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama.
Kualitas makanan di tentukan oleh cita rasa, tekstur,
warna dan nilai gizi. Untuk meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan
makanan bisa meningkatkan kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan
menambahkan pengawet makanan adalah memperpanjang daya simpan dengan rasa
mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Banyak cara memperoleh pengawet makanan yang di
tempuh oleh berbagai pelaku industry makanan, namun atas dasar kepentingan
ekonomi, di mana pengawet makanan di hasilkan adalah yang berbahan dasar murah
sehingga dapat menekan biaya operasional industry makanan. Namun tidak jarang
bahan pengawet yang di pilih adalah yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Beberapa pengawet makanan yang alami yang dapat di peroleh dari bahan organik
dapat di lakukan, dan tentunya aman bagi kesehatan konsumen. Pengawet pada
makanan memiliki efektifitas yang berbeda-beda, ada yang efektif terhadap
bakteri, khamir/kapang, ada yang efektif terhadap aktifitas enzim. Jadi
pemakaian pengawet harus disesuaikan dengan kebutuhan. Jangan sampai salah
pilih pengawet karena ada pengawet yang
dilarang ditambahkan pada makanan.
B.
Rumusan masalah
Regulasi tentang pemberian bahan pengawet makanan di
gunakan sebagai, hasil penelitian-penelitian tersebut masih kurang
tersosialisasikan dengan cukup memadahi. Maka di perlukan suatu kajian atau
review literasi mengenai hasil-hasil penelitian food safety untuk dapat
memberikan informasi tambahan keapada regulator, industri pangan, institusi
pendidikan, penelitian, dan masyarakat pada umumnya terkait dengan regulasi
pemberian bahan pengawet pada makanan yang mencakup:
1.
Apa
saja bahan pengawet yang di larang dan tidak di larang pada makanan
2. Apa saja yang di maksud dengan bahan pengawet
3. Peraturan pemerintah terkait bahan pengawet (Indonesia
dan Turki).
C. Pembatasan
masalah
Kajian ini meliputi literature tentang regulasi
pemberian bahan pengawet pada makanan pada Negara Indonesia dan Turki. Dengan
menganalisa regulasi jumlah atau takaran bahan pengawet, bahan pengawet apa
saja yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam bahan tambahan makanan dan
pemberian sanksi pada pelanggar regulasi Pengawet makanan.
D. Tujuan
penulisan
Tujuan dari penulisan ini untuk membandingkan regulasi
tentang pemberian bahan pengawet pada makanan di negara indonesia dan turki dalam aspek regulasi
dan berbagai kendala dalam pengaplikasiannya.
E. Manfaat
penulisan
Di harapkan kajian literasi ini dapat bermanfaat
sebagai informasi terkait dengan pemberian bahan pengawet pada makanan di
Negara Indonesia di bandingkan dengan Turki.
BAB II
DESKRIPSI
DAN ANALISI MASALAH
A. Regulasi keamanan pangan di Indonesia
1.
Regulasi Di indonesia
a.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 109, Pasal 110,
Pasal 111 berisi Regulasi memproduksi, mengolah, serta
mendistribusikan makanan dan minuman yang diedarkan harus memiliki izin edar
agar aman bagi manusia.
b.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan Pasal 67 ayat (1), Pasal 69,
Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75 yaitu Keamanan Pangan
khususnya pengaturan bahan tambahan pangan.
c.
Peraturan
Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan Pasal 22 bahwa
Pangan yang diedarkan wajib mencantumkan golongan bahan tambahan pangan pada
Label
d.
Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, Dan Gizi Pangan Pasal 11
yaitu produksi pangan yang menggunakan bahan tambahan pangan untuk diedarkan
wajib menggunakan bahan tambahan makanan yang diizinkan.
e.
Permenkes
No. 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan pasal 4, pasal 5, pasal 6,
pasal 7, pasal 8 berisi Jenis dan Batas Maksimum Bahan
Tambahan Pangan dan bahan yang dilarang digunakan sebagai Bahan Tambahan
Pangan.
f.
Peraturan
Kepala Badan POM No. 100 Tahun 2008 tentang Pangan Organik
Berisi Bahan tambahan pangan dan bahan lain yang diizinkan dalam pangan olahan
organik.
g.
Peraturan
Kepala Badan POM No. 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Bahan Tambahan
Pengawet berisi Jenis dan Batas Maksimum Bahan Tambahan
Pangan Pengawet, penggunaannya dan Larangannya.
2. Regulasi keamanan pangan di turki
a.
Food and Feed Official Controls
5996,
vaterinary services, plant health, food and feed low
b. Pre-notification
and Veterinary checks of animal and animal products entering to the country
(1)
EU harmonization regulation, 282/2004/EC
(2)
EU harmonization regulation, 136/2004/EC
(3)
5996 Law, Veterinary services, plant
health, food and feed Law
c. Veterinary
checks on products entering to the country
(1)
EU harmonization regulation, 97/78/EC
(2)
5996 Law, Veterinary services, plant
health, food and feed Law
d. Veterinary
checks on live animals entering to the country
(1)
EU harmonization regulation, 97/794/EC
(2)
EU harmonization regulation, 91/496/EC
(3)
5996 Law, Veterinary services, plant
health, food and feed Law
B. Analisis masalah
1. Regulasi
indonesia
Batas
maksismum penggunaan bahan makanan pangan pengawet untuk melakukan ketentuan
pasal 4 ayat (2) dengan pasal 5 ayat (2) peraturan mentri kesehatan nomer 022
tahun 2012 menjelaskan bahwa bahan tambahan pangan perlu menetapkan peraturan
batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pengawet. Regulasi dalam
kemasan produk juga diatur detail hingga rinci seperti kemasan produk baik
makanan maupun minuman yang dipergunakan untuk masyarakat ini harus berdasarkan
pada standar persyaratan kesehatan. Makanan dan minuman tadi hanya dapat
diedarkan setelah mendapatkan izin baik dari nama produk, daftar bahan yang
digunakan hingga berat bersih dan berat isi dari prodak yang akan dipasarkan.
Proses
pemenuhan stadar makanan dan minuman yang siap edar, produksi itu telah diatur
dalam wilayah indonesia, pemerintah berwenang dan bertanggungjawab atas
pengaturan dalam mengawasi produksi,
pengolahan, pendistribusian makanan dan minuman sebagai mana yang telah dimaksud
dapam pasal 109, pasal 110 dan pasal 111.
Negara
tentunya berkewajiban untuk mewujudkan ketersediyaan keterjangkauan dan
pemenuhan konsumsi pangan yang cukup aman, bermutu dan bergizi seimbang, baik
pada tingkatan nasional maupun daerahhingga perseorangan di wilayah repoblik
indonesia ini. Salahsatu regulasi yang menjadi acuan adalah undang-undang
pangan nomer 18 tahun 2012. Bahwasanya pemerintah berkewajiban untuk memeriksa
keamanan bahan pengawet tambahan yang akan digunakan ke dalam kegiatan atau
proses produksi pangan untuk diedarkan. Setiaporang juga pada saat melakukan
produksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan tambahan pangan yang
melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan sebahai bahan tambahan pangan.
Ketentuai ambang batas pengawet ataupun bahan tambahan pada pangan ini telah
diatur dalam atau dengan peraturan pemerintah.
Hukuman
apabila melanggar tentunya akan dibelakukan sanksi tegas dengan denda,
penghentian sementaradari kegiatan produksi, atau peredaran, penarikan pangan
dari peredaran oleh produsen, ganti rugi dan pencabutan izin.
Pemberian
label pangan juga diatur oleh regulasi di indonesia yakni dengan pemberian
label dan iklan pangan nomer 69 tahun 1999 salah satu tujuannya untuk mengatur
dan pembinaan pengawasan pangan untuk terciptanya perdagangan pangan yang jujur
dan bertanggungjawab. Seperti yang terkandung dalam pasal 22 yang berisi
tentang adanya keharusan untuk mencantumkan tambahan makanan apa saja yang
terdapat pada makanan tersebut, dijelaskan secara rinji hingga kode dan jumlah
yang di pakai untuk satu kemasan makanan ataupun minuman yang diedarkan.
Regulasi
pada BTP no.33 tahun 2012 mengatur mengenai Bahan Tambahan Pangan dimana setiap
adanya penambahan bahan tambahan pangan harus segera dilaporkan secara berkala
melalui kepala direktur jendral setiap 6 (enam) bulan. Bahan tambahan yang
dilarang digunakan adalah salah satunya asam borat dan senyawa (boric acid),
dulsin, kalium klorat, minyak nabati yang dibrominasi, nutrufurazon, biji
tonka, minyak tunai, minyak sasafras, dan semua jenis pengawet yang digunakan
ada 19 macam lainnya.
2. Regulasi
turki
Sasaran
utama kebijakan pangan dan pertanian Turki adalah untuk menyelaraskan
undang-undang dan peraturan terkait dengan komunitas Uni Eropa. Dalam ruang
lingkup harmonisasi UE, Pemerintah Turki mengeluarkan UU baru no. 5996 tentang
Pelayanan Veteriner, Fitosanitasi, pangan dan Pakan pada tanggal 13 Juni 2010
dengan tujuan untuk melindungi dan memastikan kesehatan masyarakat, keamanan
pangan dan pakan, kesehatan hewan dan kesejahteraan, kesehatan tanaman dan
kepentingan konsumen dengan mempertimbangkan perlindungan lingkungan.
Di
masa lalu, layanan veteriner, fitosanitasi, makanan dan pakan dilindungi oleh
hukum dan peraturan yang berbeda. Tidak seperti peraturan yang lama, UU 5996
mencakup semua tahap produksi, pengolahan dan distribusi makanan, bahan dan
barang yang dimaksudkan untuk berhubungan dengan makanan dan pakan,
pengendalian residu produk perlindungan tanaman dan produk obat hewan dan
residu dan kontaminan lainnya, pengendalian epidemi atau penyakit hewan menular
dan organisme berbahaya pada tanaman dan produk tanaman, kesejahteraan hewan
ternak dan hewan percobaan dan hewan peliharaan, zootechnics, produk
perlindungan kesehatan hewan dan tumbuhan, layanan kesehatan hewan dan
tumbuhan, prosedur masuk dan keluar hewan hidup dan produk untuk negara serta
kontrol resmi terkait dan sanksi.
Untuk
pelaksanaan UU No. 5996, Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan secara luas
diregenerasikan ulang dengan Surat Keputusan No. 639 atas nama Kementerian
Pangan, Pertanian dan Peternakan (MinFAL) pada bulan Juni 2011. Saat ini, MinFAL
adalah otoritas yang kompeten dalam hal pangan dan pakan, masalah kesehatan
hewan dan fitosanitasi di Turki. Di bawah MinFAL, Direktorat Jenderal Pangan
dan Kontrol (GDFC) adalah struktur menteri yang paling penting untuk kebijakan
pangan dan pakan, kebijakan kesehatan hewan dan fitosanitasi, adopsi
undang-undang yang terkait dengan kebijakan ini, pengawasan dan pemeriksaan
resmi yang relevan di semua tahap pemrosesan, distribusi dan menempatkan di
pasar serta memastikan kesehatan hewan dan kesejahteraan. GDFC adalah titik
kontak untuk organisasi internasional seperti Codex Alimentarius Commission,
European Food Safety Authority (EFSA), European and Mediterranean Plant
Protection Organization (EPPO), Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE),
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
Peraturan
Undang-undang turki tentang bahan pengawet makanan cukup rinci dan memiliki
tujuan yang sesuai dengan peraturan Uni eropa. Peraturan Codex Makanan Turki
yang Telah Direvisi diterbitkan di dalam Berita Resmi no. 28693 tanggal
06/30/2013. Peraturan tersebut menentukan kondisi umum untuk penyertaan dan
penggunaan bahan tambahan makanan dalam daftar. Peraturan ini menetapkan
kelompok fungsional aditif makanan, nama makanan tambahan, mendefinisikan
kategori makanan, dan mencantumkan jumlah maksimum dan kondisi aditif yang
diperbolehkan dalam kategori makanan tertentu serta pengecualian dan batasan.
Peraturan Ini juga mencantumkan makanan yang tidak diberi bahan makanan
tambahan atau daftar makanan tambahan tertentu yang tidak boleh digunakan untuk
makanan tradisional tertentu, yaitu sucuk yang difermentasi, sucuk yang diolah
panas, kebab dan daging giling, pastirma, pekmez , pide, bazlama, cig kofte.
Misalnya E-620-625: Glutamat acid-glutametes dan E-626-635: Ribonukleotida yang
memiliki fungsi enhancer rasa dilarang digunakan dalam fermentasi pastirma,
sukuk, sukuk yang diolah panas dan kofte.
Kementerian
Turki menyatakan bahwa alasan larangan ini adalah untuk melindungi produk
tradisional dan melindungi penggunaan zat pengawet yang tidak perlu. Selain
itu, nitrat dilarang untuk sukuk yang difermentasi dan pastirma dan nitrit
dilarang di doner dan kofte. Kementerian menyatakan bahwa tujuan dari larangan
ini adalah untuk mencegah zat pengawet yang digunakan kecuali untuk kebutuhan
teknologi.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Bahan Pengawet
Bahan
pengawet merupakan suatu zat bahan kimia yang ditambahkan ke dalam produk
seperti makanan, minuman, obat-obatan, tentang salah satu zat adiktif pada
makanan yaitu zat (bahan) pengawet makanan alami maupun buatan/ sintesis.
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat bertahan hidup. Komponen
utama dari bahan pangan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Kerusakan
bahan pangan ini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme melalui proses enzimatis
dan oksidasi, terutama yang mengandung protein dan lemak sementara karbohidrat
mengalami dekomposisi (Barus, 2009).
Proses
pengawetan adalah upaya menghambat kerusakan pangan dari kerusakan yang
disebabkan oleh mikroba pembusuk yang mungkin memproduksi racun atau toksin.
Tujuan pengawetan yaitu menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan,
mempertahankan mutu, menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah
penanganan dan penyimpanan. Berbagai teknik yang dikenal telah digunakan untuk
mengawetkan pangan antara lain dengan menggunakan pendinginan atau pemanasan,
pengasapan, dan penggunaan pengawet pangan baik sintetis maupun alami.
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan
Pangan, bahan pengawet pangan merupakan bahan tambahan pangan untuk mencegah
atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan penguraian lainnya
terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Beberapa jenis bahan
pengawet sintetis yang diizinkan digunakan sebagai bahan pengawet pangan antara
lain asam sorbat dan garamnya, asam benzoat dan garamnya, etil
p-hidroksibenzoat, metil p-hidroksibenzoat, sulfit, nisin, nitrit, nitrat, asam
propionat dan garamnya, dan lisozim hidroklorida.
Selain
penggunaan bahan pengawet sintesis tersebut, beberapa bahan kimia yang dilarang
digunakan untuk pangan seperti formalin dan boraks yang diketahui berdampak
buruk terhadap kesehatan, sering disalahgunakan oleh oknum pengusaha untuk
mengawetkan pangan.
Hal ini
mendorong adanya kecenderungan sebagian pihak untuk kembali menggunakan bahan
pengawet pangan yang bersumber dari bahan – bahan alam. Penelitian mengenai
potensi pengawet alami yang dikembangkan dari tanaman rempah (seperti jahe,
kayu manis, daun salam, dll) maupun dari produk hewani (seperti lisozim,
laktoperoksidase, kitosan dan sebagainya) sendiri sebenarnya telah banyak
dilakukan di berbagai institusi baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Bahan pengawet dan antioksidan alami ini hampir terdapat pada semua
tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan tersebar di seluruh tanah air (Barus, 2009).
Secara tradisional masyarakat telah menggunakan bahan-bahan tumbuhan untuk
mengawetkan bahan pangan. Seperti misalnya untuk mengawetkan nira kelapa, aren
maupun lontar, mereka biasanya menggunakan bahan-bahan tumbuhan seperti: daun
manggis, kulit buah manggis, daun manggis hutan, daun jambu biji, daun jambu
mete dan kayu nangka. Bahan-bahan tumbuhan ini ternyata dapat menghambat proses
kerusakan nira selama proses penyadapan, sehingga diperoleh nira yang lebih
baik. Bumbu makanan seperti kunyit, bawang putih, lengkuas, sereh dan lain-lain
digunakan oleh masyarakat untuk mengawetkan makanan seperti dendeng.
Bahan-bahan tersebut setelah diteliti ternyata mengandung berbagai senyawa
bioaktif yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Kunir
B.
Regulasi
Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pengawet
Bahan
Tambahan Pangan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.033 Tahun 2012
tentang Bahan Tambahan Pangan. Dalam peraturan tersebut menyebutkan positive
list berbagai BTP dan bahan yang dilarang digunakan untuk pangan. Sementara
itu, batas maksimum penggunaan BTP pengawet dicantumkan dalam Peraturan Kepala
Badan POM No. 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pengawet. Berikut ini adalah BTP yang telah diizinkan penggunaannya
menurut regulasi yang berlaku di Indonesia:
1.
Asam sorbat dan garamnya (Sorbic
acid and its salts);
2.
Asam benzoat dan garamnya (Benzoic
acid and its salts);
3.
Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl
para-hydroxybenzoate);
4.
Metil para-hidroksibenzoat (Methyl
para-hydroxybenzoate);
5.
Sulfit (Sulphites);
6.
Nisin (Nisin);
7.
Nitrit (Nitrites);
8.
Nitrat (Nitrates);
9.
Asam propionat dan garamnya
(Propionic acid and its salts); dan
10.
Lisozim hidroklorida (Lysozyme
hydrochloride).
Peraturan
tentang pangan di kebanyakan negara tidak menerima penggunaan senyawa yang
dihasilkan dari sumber alamai, kecuali jika senyawa-senyawa tersebut memiliki
status GRAS. Proses pemurnian akan membawa pengawet dari bahan alam ini ke
dalam kategori yang sama seperti senyawa kimia sintetis (Rahman, 2007)
Menurut Peraturan tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pengawet disebutkan bahwa jenis dan penggunaan BTP pengawet selain yang
tercantum dalam Peraturan tersebut, hanya boleh digunakan sebagai BTP Pengawet
setelah mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Badan. Untuk mendapatkan
persetujuan tersebut pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala
Badan disertai kelengkapan data. Keputusan.
persetujuan/penolakan dari Kepala Badan diberikan paling lama 6
(enam) bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap. Beberapa hal yang
dipertimbangkan dalam melakukan pengkajian BTP di Indonesia antara lain:
1.
Keamanan BTP
2.
ADI (Acceptable Daily
Intake)/MTDI/PTWI/NOAEL/LD 50
3.
Estimasi paparan dari semua
produk pangan yang akan menggunakan BTP (dihitung terhadap ADI)
4.
Kesesuaian fungsi teknologi
5.
Penggunaan BTP oleh produsen
pangan di Indonesia
Lebih
lanjut, acuan yang digunakan adalah (Gasilan, 2015):
1.
Kajian keamanan JECFA (Joint
Expert Committee on Food Additive): Aspek Biokimia: absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi; Kajian toksikologi: toksikologi akut, short-term
studies, long-term studies, observasi pada manusia.
2.
Standar Codex
Alimentarius Commission (Keluaran CCFA).
3.
Peraturan Negara Lain
seperti Eropa, negara ASEAN, Australia, New Zealand, Jepang, Amerika dll.
4.
Pertimbangan tim Pakar
(antara lain: UI, IPB, ITB, UGM)
Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2013
Tentang Standar Pelayanan Publik di Lingkungan Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Alur Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan untuk Bahan
Tambahan Pangan dan Bahan Penolong
C. Regulasi Keamanan Pangan Indonesia Di Bandingkan
Dengan Negara Turki
Rugulasi
pemberian atau takaran pemberian Bahan Tambahan Pangan indonesia memiliki
regulasi yang jelas yang telah diatur pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan Pasal 67 ayat (1), Pasal 69, Pasal 73, Pasal
74, Pasal 75, bahwa hal ini diatur untuk tujuan yang telah di diatur yakni
diperuntukkan memperpanjang masa simpan bahan makanan yang memiliki masa simpan
yang sebentar atau mudah rusak
Bahan ini nantinya
dapat menghambat atau memperlambat adanya proses degradasi bahan pangan yang
diakibatkan gangguan biologis. Dalam pemberian pengawet makanan yang sesuai
atau jenis yang digunakan adalah jenis yang telah di atur boleh digunakan dan
dosis yang telah dianjurkan pastinya tidak akan membahayakan. Karena suatu
bahan pengawet ada yang efekti digunakan oleh jenis makanan tertentu ada yang
tidak efektif dalam pemakaiannya. Itu dengan adanya sifat makanan yang berbeda
sehingga pengawet makanan juga dibedakan mejadi dua antara pengawet mikroba dan
non mikroba yang telah diatur dalam regulasi, pengawet pangan yang digunakan.
Pemenuhan regulasi yang
ada di turki pun demikian, negara Turki memiliki aturan tersendiri dalam
pemberian bahan pengawet makanan yang di atur dalam 5996, vaterinary services,
plant health, food and feed low, bahwasanya menjelaskan secara rinci jumlah
pengawet yang digunakan baik untuk minuman nya ataupun makanan hingga jenis
makanan yang boleh menggunakan bahan pengawet tertentu diatur sedemikian rupa.
Walaupun Turki kebanyakan yang diadop adalah regulasi dari negara Eropa, namun
turki sangat ketat dalam seleksi penggunaan bahan tambahan pangannya.
Bahan makan apa saja
yang boleh digunakan dalam penambahan bahan pangan di indonesia, menurut dari
regulasinya ada 19 daftar bahan pengawet makanan yang jelas dilarang
penggunaannya di indonesia yang diatur dalam regulasi Permenkes No. 33 Tahun
2012 tentang Bahan Tambahan Pangan pasal 4, pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 8,
dan badan pengawas makanan pun juga
membuat regulasi terkait dengan jenis
bahan makanan yang dipergunakan. Bahan kimia dalam bentuk tunggal maupun
campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup. Sama halnya
dengan yang telah diatur dalam 5996 Law, Veterinary services, plant health,
food and feed Law dimana aturan pengguaan bahan makanan telah diatur dalam
kadar yang dibutuhkan oleh makanan yang dikonsumsi. Pemerintah turki juga
mengakui meskipun sulit untuk ditetapkan secara terperinci, hungga pembuatan
regulasi ini dibuat ini juga perlu pengawasan yang lebih lanjut tidak bisa
lepas tangan begitu saja, di indonesia pun demikian setiap 6 bulan sekali
dilakukan pengawasan secara berkala oleh pemerindah dalam hal ini adalah badan
pengawas makanan dan minuman seperti BPOM.
Terdaoat banyak sekali
faktor yang dapat mendorong banyaknya pihak untuk melakukan praktik penggunaan
penyalah gunaan bahan tambahan pada makanan khususnya pengawet makanan baik
organik maupun non organik. Kalau kita melihat dari Indonesia sendiri pertama
sangat mudahnya mendapatkan bahan pengawet di pasaran, bahan yang menggunakan
bahan pengawet berlebih pu sangat sulit untuk menentukan secara fisik bahwa
makanan itu mengandung pengawet makanan yang tidak dibolehkan oleh regulasi
yang buat. Terkadang pengetahuan akan adanya bahan tambahan pada makanan pun
sangat kurang diketahui oleh pelaku usaha sehingga mereka hanyak menginginkan
makanan yang iya produksi akan awet dengan laktu yang lumayan lama. Informasi
pun terbatas untuk pelaku usaha sehingga penggunaannya tanpa ada ketakutannya
saat memberikan bahan kimia dalam makanan atau minuman.
Di indonesia sendiri
pemerintah cukup aktif untuk meminimalisir penggunaan bahan kimia dan atau
bahan tambahan pangan maka badan pengawas makanan bersama dengan jajarannya
melakukan pengawasan dan memberlakukan aturan cacara ketat. Namun sayangnya
pemerintah indonesia juga masih sangat kurang dalam pengawasannya karenanya
produksi yang hanya di daftarkan saja ke BPOM yang akan mendapat pengawasan dan
mendapatkan lebel halal oleh petugas, karena proses yang panjang dan rumit
ditambah lagi membutuhkan biaya yang tidak sedikit para pelaku usaha di
indonesia sangat susah dan malas melakukan pemprosesan itu. Sedangakan diturki
mereka sangan ketat dalam penanganan pemberian bahan tambahan pada makanan.
Pemberian sanksi yang
tegas juga diberlakukan di indonesia, yakni dengan pemberian sanksi apabila
pelaku usaha melanggar tentunya akan dibelakukan sanksi tegas dengan denda,
penghentian sementaradari kegiatan produksi, atau peredaran, penarikan pangan
dari peredaran oleh produsen, ganti rugi dan pencabutan izin. Di negara turki
pemberlakuan sanksi disana dengan adanya teguran, peringatan tertulis
pembatasan kegiatan usaha, pembekuan usaha, membatalan pendaftaran, penghentian
sementara sebagian atau keseluruhan alat produksi dan baru diberlakukan
pencabutan ijin usaha. Pencabutan usaha ini berlaku dan seluruh aset perusahaan
menjadi hak milik negara.
BAB
IV
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan yang kami lakukan berikut adalah regulasi yang ada di indonesia
terkait dengan analisa regulasi jumlah, bahan tambahan pangan dan sanksi yang
diberikan diatur dalam :
1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 109, Pasal 110, Pasal 111.
2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2012 Tentang Pangan Pasal 67 ayat (1), Pasal 69, Pasal 73, Pasal 74,
Pasal 75
3.
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan Pasal 22
4.
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004
Tentang Keamanan, Mutu, Dan Gizi Pangan Pasal 11
5.
Permenkes No. 33 Tahun 2012 tentang
Bahan Tambahan Pangan pasal 4, pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 8
6.
Peraturan Kepala Badan POM No. 100 Tahun
2008 tentang Pangan Organik
7.
Peraturan Kepala Badan POM No. 36 Tahun
2013 tentang Batas Maksimum Bahan Tambahan Pengawet
Pengaturan
pangan di Turki, antara lain :
1.
Food and Feed Official Controls
5996,
vaterinary services, plant health, food and feed low
2.
Pre-notification and Veterinary checks
of animal and animal products entering to the country
a.
EU harmonization regulation, 282/2004/EC
b.
EU harmonization regulation, 136/2004/EC
c.
5996 Law, Veterinary services, plant
health, food and feed Law
3.
Veterinary checks on products entering
to the country
a.
EU harmonization regulation, 97/78/EC
b.
5996 Law, Veterinary services, plant
health, food and feed Law
4.
Veterinary checks on live animals
entering to the country
a.
EU harmonization regulation, 97/794/EC
b.
EU harmonization regulation, 91/496/EC
c.
5996 Law, Veterinary services, plant
health, food and feed Law
Regulasi
tentang pemberian bahan tambahan pangan di indonesia dan di negara turki disini
tidak lepas dari adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Sehingga dampaknya pada perubahan gaya hidup pun ada yang paling terasa pada
tumbuhnya industri pangan juga harus ikut mengalami perubahan agar bersaing di
dunia perdagangan secara globlal. Melihat adanya pertumbuhan pangan yang
meningkat hal ini juga menjadi penyebab utama adanya dibuat regulasi tentang
penggunaan Bahan Tambahan Pangan di industri makanan.
Bahan
atau campuran yang digunakan baik secara alami ataupun campuran pada makanan
merupakan tanggungjawab pemerintah, pelaku usaha industri dkonsumen sediri
untuk mengatasi keamaan pangan dan dampak penumpangan mutu, serta kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan sistem mutu industri pangan
dalam mengimplementasikan sistem pangan.
Di
indonesia sendiri pemerintah cukup aktif untuk meminimalisir penggunaan bahan
kimia dan atau bahan tambahan pangan maka badan pengawas makanan bersama dengan
jajarannya melakukan pengawasan dan memberlakukan aturan cacara ketat. Namun
sayangnya pemerintah indonesia juga masih sangat kurang dalam pengawasannya
karenanya produksi yang hanya di daftarkan saja ke BPOM yang akan mendapat
pengawasan dan mendapatkan lebel halal oleh petugas, karena proses yang panjang
dan rumit ditambah lagi membutuhkan biaya yang tidak sedikit para pelaku usaha
di indonesia sangat susah dan malas melakukan pemprosesan itu. Sedangakan
diturki mereka sangan ketat dalam penanganan pemberian bahan tambahan pada
makanan.
Pemberian
sanksi yang tegas juga diberlakukan di indonesia, yakni dengan pemberian sanksi
apabila pelaku usaha melanggar tentunya akan dibelakukan sanksi tegas dengan
denda, penghentian sementaradari kegiatan produksi, atau peredaran, penarikan
pangan dari peredaran oleh produsen, ganti rugi dan pencabutan izin. Di negara
turki pemberlakuan sanksi disana dengan adanya teguran, peringatan tertulis
pembatasan kegiatan usaha, pembekuan usaha, membatalan pendaftaran, penghentian
sementara sebagian atau keseluruhan alat produksi dan baru diberlakukan
pencabutan ijin usaha. Pencabutan usaha ini berlaku dan seluruh aset perusahaan
menjadi hak milik negara.
DAFTAR PUSTAKA
PERATURAN
PERUNDANG UNDANGAN
1. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
3. Peraturan
Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
4. Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, Dan Gizi Pangan
5. Permenkes
No. 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan
6. Peraturan
Kepala Badan POM No. 100 Tahun 2008 tentang Pangan Organik
7. Peraturan
Kepala Badan POM No. 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Bahan Tambahan
Pengawet
8. UU
No 5996, vaterinary services, plant health, food and feed
INTERNET
9. Kimberly
Sawatzki, 2014, This Report Contains Assessments Of Commodity And Trade Issues
Made By Usda Staff And Not Necessarily Statements Of Official U.S. Government
Policy, Turkey: Gain Report
10. Food
Standart Agency, online internet, 07 Februari 2018,
11. Barus,
P. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami Pada Industri Bahan
Makanan Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kimia
Analitik pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, diucapkan di
hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara.
12. A
comparative study of the effects of the two preservatives, sodium benzoate and
potassium sorbate on Aspergillus, online internet, 31 Januari 2018,
13. Screening
report Turkey, Food safety, veterinary and phytosanitary policy, online
internet, 31 januari 2018,
14. Dahalan,
2013,. Pertanggungjawaban Pelaku Usahaterhadap
Makananyang Menggunakan Bahan Tambahan Pangan Berbahaya Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, online
internet, 29 januari 2018
15. Dwi retno, 2016. Kajian
Pengawet Pangan Dari Bahan Alami Sebagai Bahan Tambahan Pangan Alternatif,
online internet, 30 januari 2018
Website
: mki.idionline.org
16. ANALISIS PENGAWASAN DISTRIBUSI BAHAN BERBAHAYA, online
internet, 29 januari 2018,
Website : 2triks.webs.com.
17. Chatarina wariyah, 2013, Penggunaan Pengawet Dan
Pemanis Buatan Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (Pjas) Di Wilayah Kabupaten
Kulon Progo-DIY, online internet, 30 januari 2018
Website :
forikes_ejurnal.com
18. REGULATION ON TURKISH FOOD CODEX MICROBIOLOGICAL
CRITERIA Law of Authorization: 5996 Official Gazette of Publication: 29.12.2011-28157, online
internet, 30 januari 2018
Website
: ijecmc.org
19. Food and Agricultural
Import Regulations and Standards – Narrative, FAIRS Turkey Report 2014, online
internet, 30 januari 2018
Website : ijecmc.org
20. Determination
of aflatoxion levels in some dairy and food products whict which consumed in
ankara, Turkey, online internet, 29 januari 2018
Website
: forikes_ejurnal.com
21. Jinju chen, 2002, Control of Listeria monocytogenes on Turkey
Frankfurters by Generally-Recognized-as-Safe Preservatives, online internet, 29
januari 2018
Wibsite ; forikes_ejurnal.com
22. Nurhan Unusan, 2005, consumer food safety knowledge and practices in the
home in turkey, online internet, 30 januari 2018
Website : forikes_ejurnal.com
23. R.D. Ratnani, semarang, 2009, BAHAYA BAHAN TAMBAHAN MAKANAN BAGI KESEHATAN, 0nline internet, 30 januari
2018
Website : 2trik.jurnalelektronik.com
24. Azis nur, 2013, ANALISIS
KEBIJAKAN KEAMANAN PANGAN PRODUK HASIL PERIKANAN DI PANTURA JAWA TENGAH DAN DIY,
online internet, 29januari 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar