Minggu, 29 April 2018

HAK ASASI MANUSIA DALAM PELAKSANAAN KELUARGA BERENCANA DI INDONESIA



SOAL UJIAN SEMESTER I ANGKATAN XXVII
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


DOSEN : Petrus Soerjowinoto, S.H., M.Hum











Disusun oleh:
Tiazh Oktaviani                             17.C2.0020

FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2018

HAK ASASI MANUSIA DALAM PELAKSANAAN KELUARGA BERENCANA DI INDONESIA

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Ledakan penduduk ini terjadi karena laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Kondisi ini jelas menimbulkan dua sisi yang berbeda. Disatu sisi kondisi tersebut bisa menjadi salah satu kekuatan yang besar untuk Indonesia. Tetapi di satu sisi kondisi tersebut menyebabkan beban negara menjadi semakin besar. Selain menjadi beban negara juga menimbulkan permasalahan lain. Banyaknya jumlah penduduk yang tidak disertai dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menampung seluruh angkatan kerja bisa menimbulkan pengangguran, kriminalitas, yang bersinggungan pula dengan rusaknya moralitas masyarakat.
Keberadaan manusia  tidak dapat dipisahkan  dengan hak asasi manusia (HAM). HAM ada melekat pada manusia, apabila HAM dihilangkan berarti hilanglah  kemanusiaannya  seorang manusia. Oleh karenanya, HAM bersifat fundamental maka adanya merupakan keharusan, siapapun tidak dapat mengganggu dan  setiap orang harus memperoleh perlindungan HAM-nya. Bagaimana ini kaitannya dengan kesehatan reproduksi. HAM yang kita kenal sekarang berasal dari sejarah panjang berlatar belakang budaya barat, yang muaranya pada  Universal Declaration of Human Rights, yang ditandatangani PBB pada 10 Desember 1948. Menjadi tonggak sejarah perjuangan  HAM yang diakui dan harus dilindungi oleh negara-negara anggota PBB[1].
Perkembangannya, HAM menjadikan  kepatuhan  bagi negara yang harus melindungi semua rakyatnya. Hal ini  menampakkan pada tata pergaulan antar bangsa, HAM berposisi sebagai isu global,  keberadaban suatu bangsa atau negara diukur dari jaminan HAM terhadap warganya. Negara dengan para penguasanya yang tidak memberikan perlindungan HAM atau justru melakukan penindasan terhadap HAM  dapat dikategorikan  negara tak beradab. Tren kekinian  yang juga berentetan jauh kebelakang dengan tradisi dan budaya  masyarakat di negara-negara telah terjadi diskriminasi ataupun dominasi dari sekelompok orang terhadap kelompok lainnya, utamanya berkaitan dengan jenis–kelamin, sehingga menimbulkan penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap HAM, dan  wanitalah  yang menjadi korban. Dalam hal ini terkait dengan masalah reproduksi pada wanita, yang mengganggu atau merugikan kesehatannya,  sehingga tidak ada jaminan tentang hak-reproduksi. Kemudian, telah muncul berbagai upaya dan perjuangan untuk  menentang penindasan dan kesewenangan tersebut, yakni perjuangan  penyetaraan jender. Dalam konteks seperti itu, menjadi penting pemahaman HAM yang akan dikaitkan dengan kesehatan reproduksi.
Secara internasional upaya perlindungan terhadap hak reproduksi perempuan telah diakui dan dihargai dengan adanya instrumen hak reproduksi terhadap perempuan melalui deklarasi pengkajian hak kesehatan reproduksi perempuan yakni  Health Rights of Women Assessment Instrument (HeRWAI) yakni sebagai  alat praktis untuk peneliti dengan menggunakan data yang ditemui sebagai akibat dari pendekatan hak asasi manusia (perempuan) dalam praktek. Melalui HeRWAI, secara internasional telah menempatkan masalah hak reproduksi perempaun sebagai suatu strategi dan program secara internasional untuk dapat dilindunginya secara internasional dan nasional[2]
Hak kesehatan reproduksi adalah hak asasi manusia yang seharusnya diperoleh masyarakat khususnya akseptor Keluarga Berencana (KB) melalui pelayanan KB berkualitas yang menjadi program pemerintah. Pelayanan berkualitas termasuk kualitas medik, artinya menawarkan metode kontrasepsi yang cocok dengan pelayanan yang tersedia, ditunjang dengan konseling yang tepat, dan tenaga penyelenggaranya (provider) yang berkompeten secara teknis. Pelayanan juga harus mengakomodasi harapan perempuan yang membutuhkan hubungan Interpersonal agar dapat diketahui pandangan dan pendapat perempuan tersebut[3].
Program KB bertujuan mengendalikan fertilitas yang membutuhan metode kontrasepsi yang berkualitas agar dapat meningkatkan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual. Pelaksanaannya dipengaruhi sumberdaya pelaksanaan program KB, cara pandang masyarakat sendiri terhadap kesehatan reproduksi dan pelayanan KB, serta pemakaian alat kontrasepsi. Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merupakan badan yang diberi tanggung jawab dalam pengaturan laju pertambahan penduduk. BKKBN memiliki visi “Seluruh Keluarga Ikut KB” dan misi baru BKKBN yaitu “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera”. Kementerian Kesehatan memiliki kewajiban menindak lanjuti tugas BKKBN dengan memberikan pelayanan KB kepada masyarakat yang membutuhkan[4].
Konferensi Internasional tentang KB dan kependudukan di Kairo tahun 1994 menyetujui bahwa secara umum akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi harus dapat diwujudkan sampai tahun 2015. Hak reproduksi diurai dalam 12 hak yaitu hak untuk hidup, mendapat kebebasan dan keamanan, kesetaraan dan kebebasan dari diskriminasi, privasi, kebebasan berpikir, mendapat informasi dan edukasi, memilih dan merencanakan berkeluarga, memutuskan memiliki anak, pelayanan kesehatan, menikmati kemajuan iptek, kebebasan berserikat dan berpartisipasi serta terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan (NFPA, 1995). Penggunaan alat kontrasepsi diperoleh melalui pelayanan yang diselenggarakan oleh pelayanan KB baik pemerintah maupun swasta. Hasil survei mini oleh BKKBN menunjukkan bahwa sumber pelayanan swasta lebih banyak dilakukan akseptor di kota Malang dengan pembiayaan mandiri sedang di Kabupaten Kotim pelayanan lebih banyak di peroleh dari pemerintah dengan pembiayaan gratis.
Tujuan program KB bukan hanya sekadar mengendalikan jumlah penduduk, tetapi juga membangun cara pandang masyarakat terhadap visi tersebut. Dukungan kebijakan diharapkan sebagai pendorong pelayanan kesehatan reproduksi termasuk di dalamnya Keluarga Berencana dan alat kontrasepsi. Landasan hukum yang mengatur tentang kesehatan reproduksi dan KB di Indonesia tertuang dalam berbagai peraturan perundang undangan yang terbaru diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang mulai berlaku pada tanggal diundangkan 13 Oktober 2009. Pengaturannya terdapat dalam Bab VI Upaya Kesehatan, Bagian Keenam dengan judul Kesehatan Reproduksi. Dimulai dengan pasal 71 sampai pasal 77. Keluarga Berencana diatur secara khusus dalam ketentuan pasal 78.
Pengaturan tentang hak reproduksi dan KB dalam Undang-undang No. 36 merupakan pengganti dari UU Kesehatan tahun 1992 yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan pelaksanaan dari UU Kesehatan tahun 1992 yang belum diganti dengan yang baru serta tidak bertentangan dengan Undang Undang No. 36 Tahun 2009 masih tetap berlaku. Sesuai dengan ketentuan pasal 203 Undang undang No 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa “Pada saat Undang undang ini berlaku semua peraturan pelaksanaan Undang undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang Undang ini”. Pengaturan sedemikian bermaksud mencegah kekosongan atau evakuman hukum. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana juga diatur dalam legislasi dan regulasi lain. BKKBN sebagai instansi non departemen yang mengatur tentang organisasi dan tatakerja dalam Surat Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala BKKBN No. 10/HK.010/B5/2001 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKKBN Pusat dan Surat Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala BKKBN No. 74/HK.010/B5/2001 Tahun 2001 tentang Tata Kerja BKKBN Provinsi dan Kabupaten/Kota. Melalui penelitian dan kajian implementasi kebijakan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan khususnya tentang informasi KB kepada akseptor.
Petugas kesehatan kurang memberikan informasi termasuk konseling kepada klien sebelum dan sesudah menerima pelayanan KB. Sering kali konseling diabaikan dengan berbagai alasan antara lain kurangnya waktu petugas. Padahal, konseling yang baik memberi manfaat antara lain interaksi yang baik antara petugas dengan klien sehingga tingkat hubungan dan kepercayaan semakin meningkat disamping klien akan lebih mudah mematuhi nasihat petugas sebagaimana temuan penelitian lain[5].
Ditinjau dari perspektif HAM, seorang wanita mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan aborsi karena merupakan bagian dari hak kesehatan reproduksi yang sangat mendasar. Aborsi merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari bagi wanita yang tidak menginginkan kehamilannya karena adanya beberapa alasan seperti kegagalan akibat penggunaan kontrasepsi, atau memang sengaja tidak menggunakan kontrasepsi, kehamilan yang diakibatkan karena kekerasan seksual seperti pemerkosaan.
Program Aksi ICPD Cairo secara specifik menyatakan bahwa aborsi tidak harus digunakan sebagai metode KB. Bagaimanapun juga ketika wanita tidak mempunyai akses untuk mendapatkan metode KB yang sesuai dan tersedia dan tidak mampu membayar, maka banyak orang yang menggunakan aborsi sebagai metode untuk mengatur kelahiran.
Unmet need adalah konsep yang diperkenalkan pertama kali oleh Westoff dan Pebly (1981) yaitu istilah bagi "kelompok wanita yang sud  ah tidak ingin punya anak lagi tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi". Angka unmet need yang tinggi menunjukkan bahwa ada kemungkinan pelayanan KB pada sebagian masyarakat tidak terpenuhi. Hasil FGD di kota Malang dengan kelompok ibu-ibu  unmet need menunjukkan bahwa cukup banyak wanita tidak ber KB karena rendahnya pengetahuan tentang KB akibat kurangnya penjelasan dari petugas kesehatan ataupun PLKB. Alasan tidak mengikuti program KB karena pengetahuan kurang serta mendapat informasi pemecahan masalah KB yang tidak tepat menyebabkan ketakutan kepada calon akseptor.
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi. Keluarga Berencana yaitu membatasi jumlah anak dimana dalam satu keluarga hanya diperbolehkan memiliki dua atau tiga anak saja. Keluarga berencana yang diperbolehkan adalah suatu usaha pengaturan atau penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan keluarga, masyarakat, maupun negara. Dengan demikian KB disini mempunyai arti yang sama dengan pengaturan keturunan. Penggunaan istilah keluarga berencana juga sama artinya dengan istilah yang umum dipakai di dunia internasional yakni family planning atau planned parenthood, sepert yang digunakan oleh International Planned Parenthood Federation (IPPF) nama sebuah organisasi KB internasional yang berkedudukan di London. KB juga berarti suatu tindakan perencanaan pasangan suami istri untuk mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval kelahiran dan menentukan jumlah anak sesuai dengan kemampuan serta sesuai dengan situasi masyarakat dan negara. Dengan demikian KB berbeda dengan birth control yang artinya pembatasan atau penghapusan kelahiran. Istilah birth control dapat berkonotasi negatif karena bisa berarti aborsi atau sterilisasi (pemandulan)[6].
Perencanaan keluarga merujuk kepada pengguanaan metode-metode kontrasepsi oleh suami istri atas persetujuan bersama diantara mereka, untuk mengatur kesuburan mereka dengan tujuan untuk menghindari kesulitan kesehatan, kemasyarakatan dan ekonomi dan untuk memungkinkan mereka memikul tanggung jawab terhadap anak-anaknya dan masyarakat. Ini meliputi hal-hal sebagai berikut[7] :
1.      Menjarangkan anak untuk memungkinkan penyususan daan penjagaan kesehatan ibu dan anak
2.      Pengaturan masa hamil agar terjadi pada waktu yag aman
3.      Mengatur jumlah anak, bukan saja untuk keperluan keluarga malainkan juga untuk kemampuan fisik, financial, pendidikan dan pemeliharaan anak
Kelebihan dari program KB disini antara lain sebagai berikut :
1.      Mengatur angka kelahiran dan jumlah anak dalam keluarga serta membantu pemerintah mengurangi resiko ledakan penduduk atau baby boomer
2.      Penggunaan kondom akan membantu mengurangi resiko penyebaran penyakit menular melalui hubungan seks
3.      Meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat. Sebab, anggaran keuangan keluarga akhirnya bisa digunakan untuk membeli makanan yang lebih berkualitas dan bergizi
4.      Menjaga kesehatan ibu dengan cara pengaturan waktu kelahiran dan juga menghindarkan kehamilan dalam waktu yang singkat.
5.      Mengkonsumsi pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium. Bahkan dengan perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal.
Program Keluarga Berencana ini dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan Keluarga Berencana memberikan keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat Dengan demikian, program KB menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak. Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih baik dengan merencanakan proses reproduksinya.

Keterkaitan Hak Asasi Manusia dalam program keluarga berencana di Indonesia
Kesehatan reproduksi yang salah satunya terkait dengan Keluarga Berencana (KB) adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsi serta proses-prosesnya[8].
Dapat dipahami bahwa kesehatan reproduksi berarti bahwa orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan  mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan keinginannya, kapan dan frekuensinya. Dalam hal terakhir termasuk, hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mengakses terhadap cara-cara KB yang aman, efektif, terjangkau, dan dapat diterima sebagai pilihannya, serta metoda-metoda lain yang dipilih  yang tidak melawan hukum, dan hak untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan yang tepat, yang memungkinkan para wanita mengandung dan melahirkan anak dengan selamat, serta kesempatan memiliki bayi yang sehat  (ICPD-Kairo,  1994). Membicarakan kesehatan reproduksi tak terpisahkan dengan soal hak reproduksi, kesehatan seksual, dan hak seksual.
Hak reproduksi adalah bagian dari hak asasi yang meliputi hak setiap pasangan dan individual untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung-jawab jumlah, jarak, dan waktu kelahiran anak, serta untuk memiliki informasi dan cara-cara untuk melakukannya. Kesehatan seksual yaitu  suatu keadaan agar tercapai kesehatan reproduksi yang mensyaratkan bahwa kehidupan seks seseorang itu harus dapat dilakukan secara memuaskan dan sehat dalam arti terbebas dari penyakit dan gangguan lainnya.  Terkait dengan ini  adalah hak seksual, yakni bagian dari hak asasi manusia untuk memutuskan secara bebas dan bertanggungjawab terhadap semua hal yang berhubungan dengan seksualitas, termasuk kesehatan seksual dan reproduksi, bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan. Pengaturan HAM  Yang Terkait Dengan  Kesehatan Reproduksi dan KB adalah :
1.      Deklarasi Universal HAM 1948 :
a.       Hak kebebasan mencari jodoh dan membentuk keluarga,
b.      Perkawinan harus dilaksanakan atas dasar suka sama suka (Pasal 16).
c.       Hak kebebasan atas kualitas hidup untuk jaminan kesehatan dan keadaan yang baik untuk dirinya dan keluarganya (Pasal 25)[9]
2.      UU No. 7 Tahun 1984 (Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita):
a.       Jaminan persamaan hak atas jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan (Pasal 11 ayat 1 f).
b.      Jaminan hak efektif untuk bekerja tanpa diskriminasi atas dasar perkawinan atau kehamilan (Pasal 11 ayat 2).
c.       Penghapusan diskriminasi di bidang pemeliharaan kesehatan dan jaminan pelayanan kesehatan termasuk  pelayanan KB (Pasal 12).
d.      Jaminan hak kebebasan wanita pedesaan untuk memperoleh fasilitas pemeliharaan kesehatan yang memadai, termasuk  penerangan, penyuluhan dan pelayanan KB (Pasal 14  ayat 2 b).
e.       Penghapusan diskriminasi  yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan atas dasar persamaan antara pria dan wanita (Pasal 16 ayat 1)[10]
3.      UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
a.       Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan  melalui perkawinan yang sah (Pasal 10).
b.      Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak (Pasal 11).
c.       Setiap orang berhak atas  rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 30).
d.      Hak wanita dalam UU HAM sebagai hak  asasi manusia (Pasal 45).
e.       Wanita berhak  untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan / profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita (Pasal 49 ayat 2).
f.       Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum (Pasal 49 ayat 3).
g.      Hak dan tanggungjawab yang sama  antara isteri dan suaminya dalam ikatan perkawinan (Pasal 51 )[11].
Sesungguhnya gerakan feminisme bukanlah gerakan semata-mata menyerang  laki-laki, tetapi merupakan gerakan perlawanan terhadap sistem yang tidak adil, serta citra patriarkal bahwa perempuan itu pasif, tergantung dan inferior. Sehingga, transformasi gender sebagai jalan menuju transformasi sosial yang lebih luas, harus merupakan proses penghapusan atau penyingkiran segala  bentuk ketidakadilan, penindasan, dominasi dan diskriminasi, sebagai hubungan yang saling terkait, yang  meliputi hubungan ekonomi, sosial, kultural, ideologi, lingkungan dan termasuk hubungan antara laki-laki dan perempuan. Yang menjadi subtansi HAM : hak untuk hidup, hak berkeluarga dan hak melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan[12].
Menurut UU  HAM, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan kebebasan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat  dan martabat manusia (Pasal 1 butir 1). Sehubungan dengan ketidak-adilan jender dengan manifestasi : marjinalisasi, subordinasi, stereotipe, multi beban wanita  merupakan tindakan pengabaian dan memandang rendah HAM sebagai kategori diskriminasi. Antidiskriminasi dalam pemberlakuan HAM, yakni  ditentukan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, merupakan asas dasar dalam HAM.
Berdasarkan hasil konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo tahun 1994 ada 12 macam hak reproduksi bagi pria maupun wanitaHak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran. HAK ke empat dinyatakan : Setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimiliki serta jarak kelahiran yang diinginkan. Dalam konteks dengan program KB dan Kesehatan Reproduksi, pemerintah dan masyarakat tidak boleh melakukan  pemaksaaan jika seseorang ingin memiliki anak dalam jumlah yang besar dengan tidak ikut menggunakan alat kontrasepsi, yang harus dilakukan  adalah memberikan pemahaman sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya mengenai untung ruginya memiliki jumlah anak banyak ditinjau dari berbagai aspek ekonomi, pendidikan, dan sosial, sehingga kemudian mereka akan menentukan  memiliki jumlah anak yang ideal[13].
UU No. 7 Tahun 1984  tentang Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita seharusnya menjadi landasan dalam pelaksanaan Keluarga Berencana di Indonesia. Dalam Pasal 12 dinyatakan: Penghapusan diskriminasi di bidang pemeliharaan kesehatan dan jaminan pelayanan kesehatan termasuk  pelayanan KB. Pasal 14  ayat 2 b dinyatakan : Jaminan hak kebebasan wanita pedesaan untuk memperoleh fasilitas pemeliharaan kesehatan yang memadai, termasuk  penerangan, penyuluhan dan pelayanan KB.
Program Keluarga Berencana ini dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan Keluarga Berencana memberikan keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, program KB menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak. Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih baik dengan merencanakan proses reproduksinya.


DAFTAR PUSTAKA

Bari Saifuddin A. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo BKKBN, 2010. Rencana Stategis Pembangunan Kependudukan dan KB 2010–2014. Jakarta: BKKBN.
BKKBN. 2010. Pedoman Pelaksanaan Keluarga Berencana Mandiri. Jakarta: BKKBN.
BKKBN. 2010. Survei Mini 2010. Jakarta: BKKBN.
BPS dan Macro International, 2008. Survei Demografi dan kesehatan Indonesia 2007.
Handayani L, et al, 2011. Kajian Undang-undang no. 36 Tahun 2009 terkait Program KB Berkualitas dalam Mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Surabaya: Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Indonesia. 1992. Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN.
Indonesia. 2004. Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemeritah antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Indonesia. 2009. Undang Undang Nomer 36 tentang Kesehatan tahun 2009. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Jakarta: BKKBN.
Indonesia. 2010. Rencana pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005–2025.Jakarta:
Indonesia, 2010. Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2010 Tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
UNFPA, 1995. Programme of action. The International Conference on Population and Development, Cairo, 5–13 September 1994.,Diakses tanggal 18 April 2018 http://www.unfpa.org/public/home/sitemap/ icpd/International-Conference-on-Population-and-Development
Agnes,Widanti, 2005, Hukum Berkeadilan Gender, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Kementerian Kesehatan. Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Keluarga Berencana,Upaya Menuju Pelayanan KB Berkualitas. Jakarta, 2012.
Pedoman Kebijakan Tehnis Upaya Promosi Dan Pemenuhan Hak-hak Reproduksi”http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/ pkkebijakanteknisprogremhr.html diakses tanggal 19 april 2018
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Rokhmad, A (2005) ”HAM Dan Demokrasi di Era Globalisasi”. Jurnal Hukum Vol XV No.3 Desember 2005, FH Unisula, Semarang.


[1] Pedoman Kebijakan Tehnis Upaya Promosi Dan Pemenuhan Hak-hak Reproduksi”http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/pkkebijakanteknisprogremhr.html// diakses tanggal 19 April 2018.
[2] Rokhmad, A (2005) ”HAM Dan Demokrasi di Era Globalisasi”. Jurnal Hukum Vol XV No.3 Desember 2005, FH Unisula, Semarang.
[3] POGI, 2003
[4] BKKBN, 2010
[5] Bari Saifuddin, 2003
[6] Kementerian Kesehatan. Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Keluarga Berencana, Upaya Menuju Pelayanan KB Berkualitas. Jakarta, 2012.
[7] Kementerian Kesehatan. Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Keluarga Berencana,Upaya Menuju Pelayanan KB Berkualitas. Jakarta, 2012.
[8] Pedoman Kebijakan Tehnis Upaya Promosi Dan Pemenuhan Hak-hak Reproduksi”http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/ pkkebijakanteknisprogremhr.html diakses tanggal 19 April 2018
[9] Deklarasi Universal HAM 1948
[10] UU No. 7 Tahun 1984 Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita:
[11] UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
[12] Agnes,Widanti, 2005, Hukum Berkeadilan Gender, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
[13] Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar