Minggu, 29 April 2018

HUKUM EPIDEMI DN KESEHATAN LINGKUNGAN (MERS)



TUGAS KELOMPOK MERS

HUKUM EPIDEMI DN KESEHATAN LINGKUNGAN

Dosen pengampu         :

Dr. Hari Santoso, SKM.,M.Epid,MH.kes





















DISUSUN OLEH :

1.
RIZKY NUGROHO
17.C2.0013
2.
NUR AZIZAH
17.C2.0014
3.
SABAM ANDI PANGARIBUAN
17.C2.0015
4.
ANGGA KUSUMA P. W.
17.C2.0016
5.
PRADHITA BUDI PRANATA
17.C2.0017
6.
LINDA DIAN ANGGRAENI
17.C2.0018
7.
YANTI BARRANG
17.C2.0019
8.
TIAZH OKTAVIANI
17.C2.0020
9.
PUTU MUSTARIANI
17.C2.0021
10. NOVITA SARI
17.C2.0024
11. PURNOMO HARIWIBOWO
17.C2.0025
12. TAHTA DANIFATIS SUNNAH
17.C2.0026




PROGRAM PASCA SARJANA HUKUM KESEHATAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA TAHUN 2017



BAB I

LATAR BELAKANG


A. Latar Belakang

Dalam kurun beberapa tahun belakangan ini kita menghadapi penyakit virus yang mengenai saluran pernapasan sehingga komplikasi beberapa penderita menyebabkan kematian, seperti SARS, Flu Burung (avian influenza), influenza A baru (Swine Flu) dan sekarang kita menghadapi MERS-Cov (Middle East Respiratory Syndrome – Coronavirus). Kasus pertama dilaporkan terjadi di Arab Saudi pada bulan Juni 2012, memiliki gejala 7 hari demam, batuk, dahak, dan sesak napas. MERS memiliki masa inkubasi sekitar 12 hari. MERS kadang-kadang dapat menyebabkan pneumonia, radang paru-paru baik secara langsung atau pneumonia bakteri sekunder. Virus ini telah menyerang 400 orang, menewaskan lebih dari 100 penderita di Timur Tengah sejak kemunculan perdananya pada September 2012. Virus yang mirip dengan SARS ini bahkan menyebar hingga ke Amerika Serikat. Seorang warganya dilaporkan sakit setelah mengunjungi pamannya di Riyadh, Arab Saudi (Elvan, 2013).

Berdasarkan laporan WHO (World Health Organization), sejak September 2012 sampai 10 Juni 2015, telah ditemukan 1.257 kasus konfirmasi MERS-CoV dengan 448 orang mengalami kematian (CFR (Case Fatality Rate): 35,64%). MERS-CoV mulai berjangkit di Arab Saudi dan menyebar ke Eropa serta dapat pula menyebar ke negara lain, termasuk Indonesia. Satu warga negara Indonesia yang terinfeksi MERS-CoV telah meninggal dunia pada April 2014 lalu. Sampai saat ini belum tersedia vaksinasi untuk MERS-CoV.

Di Indonesia terdapat beberapa kasus suspek MERS ini dengan penderita riwayat kunjungan ke daerah semenanjung Arab seperti di Medan ada kasus suspek MERS meninggal dunia akibat sindrom pernapasan akut dengan gambaran radiologis mengarah radang di kedua paru (bilateral


pneumonia) dan dilaporkan juga di Bali kasus suspek MERS juga meninggal dunia. Banyak warga negara Indonesia yang berada di Arab Saudi, sebagai tenaga kerja yang menetap dalam waktu relatif lama atau sebagai jamaah umrah/haji yang waktunya relatif singkat. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menyusun Pedoman Umum Kesiapsiagaan Menghadapi MERS-CoV sebagai upaya untuk memberikan arahan antisipasi dan respon klinis menghadapi MERS-CoV yang menjadi ancaman kesehatan masyarakat di Indonesia pada khususnya. Penyakit ini berpotensi menyebar di Indonesia, mengingat jumlah jamaah umrah/haji asal Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya, untuk itu perlu dilakukan suatu langkah antisipasi (Benny dan Livia, 2015)

Pernyataan WHO pada 17 Juli 2013 pada pertemuan IHR Emergency Committee mengenai MERS CoV menyatakan bahwa MERS-CoV merupakan situasi serius dan perlu perhatian besar namun belum terjadi kejadian darurat kesehatan masyarakat. Status darurat kesehatan atau “Public health emergency of international concern” (PHEIC) akan diberikan jika virus tersebut meluas ke negara-negara lain namun sejak dilaporkan munculnya virus tersebut pada September 2012-1 Agustus 2013 semua kasus tersebut masih berhubungan dengan negara-negara di Jazirah Arab, baik secara langsung maupun tidak langsung


B.  Tujuan

Untuk menganalisa kesiapan Pemerintah Indonesia dilihat dari sisi kelengkapan peraturan perundang-undangan untuk menghadapi kemungkinan bila terjadi PHEIC MERS-CoV yang sumbernya dari Indonesia.


C. Manfaat

Agar dapat mengetahui lebih dalam tentang masalah virus MERS beserta dampak yang ditimbulkannya dan bagaimana cara menanggulanginya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berada di Indonesia




BAB II

TINJAUAN TEORITIS MERS


A. Pengertian Virus Mers

Middle East Respiratory Syndrome (MERS) adalah Sindrom Pernafasan (dari negara) Timur Tengah disebabkan virus korona yang disebut Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Penamaan MERS-CoV diputuskan oleh Kelompok Studi Virus Korona (CSG) dari Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV) pada Mei 2013. Laporan awal seperti gejala pada virus sindrom pernapasan akut parah (SARS), dan dinamakan sebagai virus SARS Arab Saudi. Gejala infeksi MERS-CoV termasuk gagal ginjal dan radang paru-paru akut, yang sering menyebabkan hasil yang fatal (Depkes, 2013).

MERS-CoV biasa disebut novel coronavirus atau nCoV. Virus ini berbeda dengan virus korona lain yang ditemukan pada manusia. Seperti virus SARS, MERS-CoV paling mirip dengan virus korona yang ditemukan pada kelelawar. Namun, Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat masih mempelajarinya. Sebagian besar orang yang terinfeksi MERS menderita penyakit pernapasan akut dengan gejala demam, batuk dan sulit bernapas. Setengah dari mereka yang terinfeksi meninggal dunia. Sebagian lainnya dilaporkan memiliki gangguan pernapasan ringan (Depkes, 2013).

MERS menyebar antar manusia yang melakukan kontak langsung. Transmisi virus dari pasien ke perawat tengah dipelajari. Hingga saat ini belum diketahui dari mana virus korona berasal. Diduga virus ini berasal dari hewan. Selain pada manusia, MERS-CoV juga ditemukan pada unta di Qatar, Mesir dan Arab Saudi dan kelelawar di Saudi. Unta di beberapa negara lain hasil tesnya positif mempunyai antibodi MERS. Hal ini menunjukkan mereka sebelumnya pernah terinfeksi MERS atau virus yang memiliki hubungan


dekat dengan MERS. Namun, belum dikonfirmasi apakah virus ini benar datang dari unta (Depkes, 2013)

Merujuk pada definisi kasus WHO, klasifikasi kasus MERS-CoV adalah sebagai berikut :

1.      Kasus dalam penyelidikan (underinvestigated case) *)

a.      Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan tiga keadaan di bawah ini:

1)      Demam (≥38°C) atau ada riwayat demam,

2)      Batuk,

3)      Pneumonia   berdasarkan   gejala   klinis   atau   gambaran

radiologis yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Perlu waspada pada pasien dengan gangguan system kekebalan tubuh (immuno-compromised) karena gejala dan tanda tidak jelas dan disertai salah satu kriteria berikut :

1)     Seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke Timur Tengah (negara terjangkit) dalam waktu 14 hari sebelum sakit kecuali ditemukan etiologi/ penyebab penyakit lain.

2)     Adanya petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien ISPA berat (SARI/ Severe Acute Respiratory Infection), terutama pasien yang memerlukan perawatan intensif, tanpa memperhatikan tempat tinggal

atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.

3)     Adanya klaster pneumonia (gejala penyakit yang sama) dalam periode 14 hari, tanpa memperhatikan tempat tinggal

atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.

4)     Adanya perburukan perjalanan klinis yang mendadak meskipun dengan pengobatan yang tepat, tanpa


memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/ penyebab penyakit lain.

b.   seseorang dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ringan sampai berat yang memiliki riwayat kontak erat dengan kasus konfirmaso atau kasus probable infeksi MERS-CoV dalam waktu 14 hari sebelum sakit.

2.      Kasus Probabe

a.      Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis, radiologis atau histopatologis

b.      Tidak tersedia pemeriksaan untuk MERS-CoV atau hasil laboratoriumnya negative pada satu kali pemeriksaan spesimen yang tidak adekuat.

c.      Adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS-CoV.

d.     Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis, radiologis atau histopatologis

e.      Hasil pemeriksaan laboratorium inkonklusif (pemeriksaan skrining hasilnya positif tanpa konfirmasi biomolekular)

f.       Adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS-CoV.

3.      Kasus Konfirmasi

Seseorang yang terinfeksi MERS-CoV dengan hasil pemeriksaan laboratorium positive (Depkes, 2013)


B.    Cara Penularan

Berikut adalah cara penularan dari virus MERS. Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas, dan tidak terdapat transmisi penularan antar manusia yang berkelanjutan. Kemungkinan penularannya dapat melalui :

1.      Langsung : melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien batu atau bersin.


2.      Tidak Langsung : melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus. MERS-CoV ini tertular dengan kontak langsung seperti:

a.       Penderita yang membutuhkan perawatan dari petugas kesehatan atau anggota keluarga penderita atau mempunyai kontak langsung secara fisik.

b.      Penderita yang tinggal satu rumah atau berkunjung ke tempat penderita yang terinfeksi. (Depkes, 2013)


C.    Negara Rentan

Terdapat 9 negara yang telah melaporkan kasus MERS-CoV (Perancis, Italia, Jordania, Qatar, Arab Saudi, Tunisia, Jerman, Inggris dan Uni Emirat Arab). Semua kasus berhubungan dengan negara di Timur Tengah (Jazirah Arab), baik secara langsung maupun tidak langsung. Sejak September 2012 s/d 01 Agustus 2013 jumlah kasus MERS-CoV yang terkonfirmasi secara global sebanyak 94 kasus dan meninggal 47 orang (CFR 50 %). Hingga saat ini belum ada laporan kasus di Indonesia (Depkes, 2013)


D. Pencegahan

Pencegahan dengan PHBS, menghindari kontak erat dengan penderita, menggunakan masker, menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan dengan memakai sabun dan menerapkan etika batuk ketika sakit. Beberapa pencegahan virus MERS, yaitu :

1.      Masyarakat tetap bisa melakukan perjalanan atau berkunjung ke negara-negara Arabia Peninsula dan sekitarnya, karena World Health Organization (WHO) dan Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat tidak akan mengeluarkan surat travel warning tentang kesehatan kepada negara-negara yang terkait dengan MERS-Cov. Namun, hal yang perlu diantisipasi oleh masyarakat yang akan berpergian ke negara-negara tersebut, yaitu jika terdapat demam dan gejala sakit pada saluran pernapasan bagian bawah, seperti halnya: batuk, atau sesak napas


dalam kurun waktu 14 hari sesudah perjalanan, segera periksakan ke dokter.

2.      Belum ada vaksin khusus yang dapat mencegah terjadinya penyakit ini.

3.      Pencegahan tetap dapat dilakukan dengan memperkuat imunitas tubuh.

4.      Tutuplah hidung dan mulut dengan tisu ketika batuk ataupun bersin dan segera buang tisu tersebut ke tempat sampah

5.      Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci

6.      Menghindari kontak erat dengan penderita, menggunakan masker, menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan dengan sabun dan menerapkan etika batuk ketika sakit

7.      Gunakan masker dan jaga sanitasi tubuh dan lingkungan. Bila diperlukan bagi penderita penyakit kronik, di kerumunan orang, badan tidak fit dan lain lain gunakan masker

8.      Tindakan isolasi dan karantina mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit MERS-CoV.

9.      Hindari bepergian atau naik kendaraan umum namun jika terpaksa maka jangan menutup jendela atau pintu

10.  Hindarilah tempat-tempat umum dan ramai khususnya di daerah dekat rumah sakit, internet cafe, tempat-tempat nongkrong, bioskop, dan perpustakaan, jika kamu melakukannya maka pakailah masker dan cucilah tangan anda secara bersih dan teratur.

11.  Hindarilah mengunjungi pasien dan periksa ke dokter di rumah sakit khususnya yang ada pasien MERS. Hindari kontak secara dekat dengan orang yang sedang menderita sakit, misalnya ciuman atau penggunaan alat makan/minum bersama

12.  Cuci tangan dengan sabun dan jangan menyentuh mulut, hidung, dan mata dengan tangan telanjang

13.  Jagalah keseimbangan gizi diet dan hendalah berolahraga secara teratur untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh kita


14.  Anak-anak yang sistem kekebalan tubuhnya melemah harus memakai masker sepanjang waktu untuk menhindari menyebarnya cairan tubuh seperti ludah/air liur

15.  Periksalah suhu badan Anda secara teratur dan tetaplah hati-hati dengan kondisi kesehatan Anda

16.  Menjaga sirkulasi udara di kamar

17.  Rajin rajin Cuci Tangan Pakai Sabun. Bila tangan tidak tampak kelihatan kotor gunakan antiseptik.

18.  Bersihkan menggunakan desinfektan untuk membersihkan barang-barang yang sering disentuh. Gunakan pemutih ( bleach ) yang tersedia di pasar (dengan kandungan kimia 8-12%). Ini adalah cara paling murah dan efektif mematikan kuman. Persiapan: Pakailah sarung tangan anti air,

Campurlah pemutih dengan air dengan ukuran 1:100 (pemutih/bleach:air/water). Bersihkanlah tempat-tempat yang sering dilewati orang secara teratur dan selama masa penyebaran virus, lebih baik bersihkanlah/basmilah kuman rumah Anda setiap hari.

19.  Sejauh kita menjaga diri, memakai masker dan mencuci tangan secara teratur, dilanjutkan dengan instruksi karantina maka kita semua dapat menghindari infeksi. Tidak perlu terlalu panik atau mendiskriminasi tersangka atau penderita. Tidak semua orang adalah pembawa virus, dengan lebih mengaja diri berarti kamu sudah memberikan dukungan yang luar biasa kepada para pasien untuk sembuh lebih cepat dan menambah sistem kekebalan tubuh.

20.  Mematuhi praktek – praktek pengamanan makanan seperti menghindari daging yang tidak dimasak atau penyediaan makanan dengan kondisi sanitasi yang baik, Mencuci buah dan sayuran dengan benar,

21.  Menghindari kontak yang tidak perlu dengan hewan – hewan yang diternakkan, hewan peliharaan dan hewan liar.

22.  Jemaah yang kembali harus diberi saran bahwa jika mereka mengalami sakit saluran pernapasan akut disertai demam dan batuk (cukup mengganggu kegiatan sehari-hari) pada periode 2 minggu (14 hari) setelah


kembali untuk segera mencari pengobatan dan memberitahu otoritas Kesehatan setempat.

23.  Orang – orang yang kontak erat dengan jemaah atau pelancong yang mengidap gejala – tanda sakit saluran pernapasan akut yang disertai demam dan batuk (sehingga cukup mengganggu kegiatan sehari – hari), disarankan untuk melapor ke otoritas Kesehatan setempat guna mendapat pemantauan MersCoV dengan membawa kartu health alert yang dibagikan ketika berada diatas alat angkut atau ketika tiba di bandara kedatangan.

24.  Jika ada keluhan / gejala seperti tersebut diatas segera hubungi petugas kesehatan, baik selama di Arab Saudi maupun sampai 2 minggu sesudah sampai Indonesia

25.  Meski vaksn belum ditemukan teapi ada harapan baru ketika Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Science Translational Medicine menemukan dua antibodi, yaitu MERS-4 dan MERS-27, yang mampu memblokir sel-sel dalam piring laboratorium yang terinfeksi virus MERS. Hal ini adalah awalnya. Hasil mengisyaratkan bahwa antibodi ini, terutama yang dikombinasikan, dapat menjadi kandidat menjanjikan untuk intervensi terhadap MERS. Peneliti telah menemukan telah menemukan beberapa antibodi penetral yang mampu mencegah bagian kunci dari virus untuk menempel pada pembawa dan menginfeksi sel-sel tubuh manusia. Antibodi merupakan protein yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh yang mengenali virus dan bakteri asing. Antibodi penetral merupakan salah satu yang tidak hanya mengenali virus tertentu namun juga mencegahnya menginfeksi sel inang, yang berarti tidak ada infeksi dari orang atau binatang itu.

(Benny dan Livia, 2015)


Pendapat WHO

Pernyataan WHO tanggal 17 Juli 2013 pada pertemuan IHR Emergency Committee concerning MERS-CoV menyatakan bahwa MERS-CoV merupakan situasi serius dan perlu perhatian besar namun belum terjadi


kejadian kedaruratan kesehatan masyarakat Internasional. (PHEIC/Public Health Emergency of International Concern) (Depkes, 2013).



E.    Usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk kesiapsiagaan MERS-CoV

Adapun usaha-usaha yang telah dilakukan pemerinta untuk kesiapsiagaan MERS-CoV antara lain:

1.      Peningkatan kegiatan pemantauan di pintu masuk negara (Point of Entry).

2.      Penguatan Surveilans epidemiologi termasuk surveilans pneumonia.

3.      Pemberitahuan ke seluruh Dinkes Provinsi mengenai kesiapsiagaan menghadapi MERS-CoV, sudah dilakukan sebanyak 3 kali.

4.      Pemberitahuan ke 100 RS Rujukan Flu Burung, RSUD dan RS Vertikal tentang kesiapsiagaan dan tatalaksana MERS-CoV.

5.      Menyiapkan dan membagikan 5 (lima) dokumen terkait persiapan penanggulangan MERS-CoV, yang terdiri dari :

a)      Pedoman umum MERS-CoV.

b)       Tatalaksana klinis.

c)      Pencegahan Infeksi.

d)     Surveilans di masyarakat umum dan di pintu masuk negara.

e)        Diagnostik dan laboratorium

6.      Semua petugas TKHI sudah dilatih dan diberi pembekalan dalam penanggulangan MERS-CoV.

7.      Menyiapkan pelayanan kesehatan haji di 15 Embarkasi / Debarkasi (KKP).

8.      Meningkatkan kesiapan laboratorium termasuk penyediaan reagen dan alat diagnostik.

9.      Diseminasi informasi kepada masyarakat terutama calon jemaah haji dan umrah serta petugas haji Indonesia.


10.  Meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor seperti BNP2TKI, Kemenhub, Kemenag, Kemenlu dan lain-lain tentang kesiapsiagaan menghadapi MERS-CoV.

11.  Melakukan kordinasi dengan pihak kesehatan Arab Saudi.

12.  Meningkatkan hubungan Internasional melalui WHO dll. (Depkes, 2013)


F.     Hubungan Epidemiologis Langsung

Apabila dalam waktu 14 hari sebelum timbul sakit melakukan kontak fisik erat, yaitu seseorang yang kontak fisik atau berada dalam ruangan atau berkunjung (bercakap-cakap dengan radius 1 meter) dengan kasus probable atau konfirmasi ketika kasus sedang sakit. Termasuk kontak erat antara lain :

1.      Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus

2.      Orang yang merawat atau menunggu kasus di ruangan

3.        Orang yang tinggal serumah dengan kasus

4.      Tamu yang berada dalam satu ruangan dengan kasus

5.      Bekerja bersama dalam jarak dekat atau didalam satu ruanga

6.      Bepergian bersama dengan segala jenis alat angkut / kendaraan

Kontak erat adalah Seseorang yang merawat pasien termasuk petugas kesehatan atau anggota keluarga, atau seseorang yang berkontak erat secara fisik.  Seseorang  yang  tinggal  ditempat  yang  sama  (hidup  bersama, mengunjungi) kasus probable atau kasus konfirmasi ketika kasus sedang sakit Jemaah  haji  yang  baru  pulang  dari  Saudi  Arabia  dilakukan pengamatan selama 14 hari sejak tanggal kepulangan. Jamaah haji diberikan K3JH  dan  bila  dalam  kurun  waktu  14  hari  sejak  tanggal  kepulangan mengalami sakit batuk, demam, sesak napas agar datang ke petugas kesehatan

dengan membawa K3JH (Depkes, 2013)




BAB III

DASAR YURIDIS


A.    UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Bagian Kedua Pasal 32 ayat 1 menyebutkan dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Hal ini menjadi kewajiban pemerintah terutama dalam kesiapsiagaan dalam menangani kasus-kasus langka seperti MERS cov. Selanjutnya pada bagian ketia tentang Perbekalan Kesehatan Pasal 36 ayat 2 yang menyebutkan dalam menjamin ketersediaan obat keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat obat. Kesiapsiagaan pemerintah untuk kasus baru dan langka tidak hanya berpusat pada kebijakan dan SDM yang baik melainkan juga pada ketersediaan obat sehingga penatalayanan pemerintah dalam hal ini tenaga kesehatan kepada masyarakat menjadi lebih baik.

Pada bagian keempat tentang Teknologi dan Produk Teknologi Pasal 42 ayat 2 menyebutkan teknologi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)     mencakup segala metode dan alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi adanya penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan, memperkecil komplikasi, dan memulihkan kesehatan setelah sakit. Prasarana yang mendukung pemerintah dalam hal ini tenaga kesehatan terutama pada kesiapan teknologi (alat) sangat membantu pemerintah terlebih masyarakat dalam hal deteksi penyakit-penyakit baru yang mungkin akan muncul di Indonesia. Hal tersebut dalam hal ini teknologi

untuk mendeteksi adanya penyakit dapat diaplikasikan dalam bentuk screening jemaah haji yang baru datang sekembalinya dari ibadah Umrah dan Ibadah Haji.


Bagian Kesepuluh dari UU No. 36 Tahun 2009 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Bencana Pasal 82 ayat 1 menyebutkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana, ayat 2 Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kesehatan pada tanggap darurat dan pascabencana, ayat 3 menyebutkan Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut, dan ayat 4 menyebutkan Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), atau bantuan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada bagian tersebut diatas sudah sangat jelas disampaikan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam hal penanganan bencana. UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menyebutkan bahwa bencana dibagi menjadi 3 jenis seperti bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana non alam yang didalamnya termasuk kasus penyakit seperti MERS Cov adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yan antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Hal ini sangat jelas menunjukkan bahwa dari

UU No. 36 Tahun 2009 dan UU No.24 Tahun 2007 sangat menekankan peran pemerintah terkait kesiapsiagaan dalam penanganan kasus-kasus baru yang mungkin akan muncul di Indonesia.


B.    PP No. 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulan Wabah Penyakit Menular Salah satu dasar hukum kebijakan ancaman luar negeri adalah PP No.

40 tahun 1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular yang meliputi tata cara penetapan dan pencabutan penetapan daerah wabah, upaya


penanggulangan, peran serta masyarakat, pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit, ganti rugi penghargaan, pembiayaan penanggulangan wabah, pelaporan, dan ketentuan pidana bagi yang melanggar peraturan pemerintah tersebut. Menurut PP No. 40 tahun 1991 Bab

III Pasal 6 Menteri bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis upaya penanggulangan wabah dan Menteri berkoordinasi dengan Menteri lain atau Pimpinan Instansi lain yang terkait. Pasal 10 upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan jenazah akibat wabah, penyuluhan kepada masyarakat dan upaya penanggulangan lainnya. Adapun upaya lain yang tidak terdapat pada PP No. 40 tahun 1991 akan ditetapkan oleh Mentri.

Dalam pelaksanaan penanggulangannya memerlukan keterkaitan dan kerjasama dari berbagai lintas sektor Pemerintah dan masyarakat. Berbagai lintas sektor Pemerintah misalnya Departemen Pertahanan Keamanan, Departemen Penerangan, Departemen Sosial, Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri. Keterkaitan sektor-sektor dalam upaya penanggulangan wabah tersebut sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya dalam upaya penanggulangan wabah. Selain itu dalam upaya penanggulangan wabah tersebut, masyarakat juga dapat diikutsertakan dalam penanggulangannya, yang keseluruhannya harus dilaksanakan secara terpadu.


C.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 503).

Dalam pemeriksaan untuk upaya penemuan penderita serta deteksi dini, disebutkan dalam Bab 1 pasal 1 No.4 “penyelidikan epidemiologi adalah penyelidikan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat, penyebab, sumber


dan cara penularan serta faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya wabah”.

Dengan demikian, pemerintah melalui PMK Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan telah menetapkan beberapa cara mulai dari penemuan maupun langkah antisipasi serta pencegahan penularan.

BAB 1 pasal 1 No.9 Tim Gerak n Cepat adalah Tim yang tugasnya membantu upaya penanggulangan KLB/wabah. Dalam bab tersebut dijelaskan bahwa pemerintah telah mementuk tim yang nantinya akan dapat membantu dalam upaya penanggulangan wabah. Selain itu, pengaturan dalam hal cara penemuan pun telah tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang tata cara penemuan penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah, yaitu dalam Pasal 5 ayat (1) penemuan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dapat dilakukan secara aktif dan pasif. Pasal 5 ayat (2)Penemuan secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui penerimaan laporan/informasi kasus dari fasilitas pelayanan kesehatan meliputi diagnosis secara klinis dan konfirmasi laboratorium.

Pasal 5 ayat (3) Penemuan secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui kunjungan lapangan untuk melakukan penegakan diagnosi secara epidemiologi berdasarkan gambaran umum penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah yang selanjutnya diikuti dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Sementara itu, upaya penanggulangan juga telh ditetapkan dalam Pasal 13 (1) penanggulangan KLB/Wabah dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, dan ayat (2) penanggulangan KLB/Wabah sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a.         penyelidikan epidemiologis

b.        penatalksanaan penderita yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobaa , perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina


c.         pencegahan dan pengebalan

d.        pemusuhan penyebab penyakit

e.         penanganan jenazah akibat wabah

f.         penyuluhan kepada masyarakat

g.        upaya penanggulangan lainnya.

Dari peraturan tersebut telah rinci bahwa pemerintah juga telah banyak mengatur mengenai deteksi dan upaya penanggulangan wabah. Selain itu termasuk cara pelaporan suspect pengidab wabah dan berpotensi menularkan diatur dalam Pasal 16 (1) tenaga kesehatan atau masyarakat wajib memberikan aporan kepada kepala desa/lurah dan puskesmas terdekat atau jejaringnya selambat-lambatnya 24 jam (dua puluh empat) jam sejak mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal (4). Pasal 16 (2) pimpinan puskesmas yang menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera melaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak mnerima informasi. Pasal 16 (3) kepala dinas kesehatan kabupaten/kota memberikan laporan adanya penderita atau tersangka penderita penyakit tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 secara berjenjang kepada bupati/walikota, gubernur, dan menteri melalui direktur jenderal selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

Beberapa  pasal   dalam   1501/MENKES/PER/X/2010   tentang   Jenis

Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan telah menerangkan dengan jelas mengenai bagaimana cara pemerintah dan bentuk perhatian pemerintah terhadap apa yang terjadi dan kemungkinan berpotensi menjadi wabah penyakit di Indonesia. Pemerintah tidak serta merta tidak memperdulikan, akan tetapi upaya pencegahan maupun penanggulangan yang telah ditetapkan merupakan suatu bentuk meminimalisir adanya wabah. Selanjutnya, penanganan dan kesiapan aparatur kesehatan


menjadi hal penting yang merupakan titik tumpu perjalanan pencegahan dan penanggulangan wabah.



C.    Analisa Undang-Undang RI Nomer 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Pada BAB II mengenai asas-asas dasar manusia pada pasal 2 disebutkan bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Sebagaimana pasal 2 disebutkan kebebasan dasar manuia harus di lindungi, masyarakat Indonesia yang terjangkit virus mers ini wajib dilindungi oleh pemerintah Indonesia, harus mendapatkan pengobatan secara menyeluruh. Baik yang belum terkena virus mers pemerintah wajib memberikan tindakan preventif bagi warga negaranya.

Pada bab II mengenai asas-asas dasar manusia pada pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa, Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi. Hal tersebut berlaku untuk semua warga negara Indonesia apabila sudah ada yang terjangkit virus mers ini wajib di berikan perlakuan yang sesuai dengan ketentuannya tanpa diskriminasi di dalamnya.

Pada bab II mengenai asas-asas dasar manusia pada pasal 5 ayat 3 disebutkan bahwa, Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Setiap warga negara Indonesia wajib mendapatkan perlakuan dan perlindungan dengan adanya virus mers ini. Virus mers disebarkan dari wilayah negara timur tengah seperti arab saudi, warga indonesia yang setelah menjalankan ibadah umrah atau haji atau bepergian


keluar negri wajib di skreening mengenai penularan virus mers in. Hal ini dilakukan untuk tindakan preventif bagi setiap warga negara Indonesia yang dijamin perlindungannya

Pada bab III hak asasi dasar manusia dan kebebasan dasar manusia bagian kesatu hak dasar untuk hidup pada Pasal 9 ayat 3

Pada pasal 9 ayat ke 3, Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Setiap warga negara Indonesia berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dalam kasus virus mers ini menjadikan setiap warga negara merasa terganggu atas hal tersebut. Pemerintah Indonesia wajib memeberikan suatu lingkkungan yang baik dan sehat bagi warganya. Pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai upaya tindakan preventif, kuratif dan rehabilitatif. Seperti skrening penyebaran virus mers yang dilakukan di bandara.



BAB IV

PENUTUP


A.    Kesimpulan

Dari makalah di atas dapat di simpulkan bahwa MERS adalah singkatan dari Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus. Virus ini merupakan jenis baru dari kelompokCoronavirus (Novel Corona Virus). Virus ini pertama kali dilaporkan pada bulan September 2012 di Arab Saudi. MERS-CoV adalah penyakit sindrom pernapasan yang disebabkan oleh virus Corona yang menyerang saluran pernapasan mulai dari yg ringan s/d berat. Gejalanya adalah demam, batuk dan sesak nafas, bersifat akut, biasanya pasien memiliki penyakit ko-morbid.

Pemerintah Indonesia sudah memiliki Peraturan Perundang-undangan yang lengkap sebagai dasar hukum yang kuat untuk menghadapi kemungkinan bila terjadi PHEIC MERS-coV yang sumbernya berasal dari Indonesia


B.    Saran

Melalui makalah ini kami selaku penyusun makalah ini berharap agar pembaca senantiasa memperdulikan akan kesehatannya sendiri, lingkungan dan sekitarnya agar terhindar dari penyakit menular khususnya Virus MERS dengan mengetahui apa itu virus mers dan bagaimana cara mencegahnya agar terhindar dari virus MERS. Dan apabila terjadi PHEIC di Indonesia dalam pelaksanaan penanggulangannya memerlukan keterkaitan dan kerjasama dari berbagai lintas sektor Pemerintah dan masyarakat. Berbagai lintas sektor Pemerintah misalnya Departemen Pertahanan Keamanan, Departemen Penerangan, Departemen Sosial, Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri. Keterkaitan sektor-sektor dalam upaya penanggulangan wabah tersebut sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya dalam upaya penanggulangan wabah. Selain itu dalam upaya penanggulangan wabah tersebut, masyarakat juga dapat diikutsertakan dalam penanggulangannya, yang keseluruhannya harus dilaksanakan secara terpadu.




DAFTAR PUSTAKA



Benny dan Livia. 2015. Model Penyebaran Penyakit Menular MERS-CoV: Suatu Langkah Antisipasi Untuk Calon Jamaah Umrah/Haji Indonesia. Bandung. Jurnal : Unpar

Elvan Virgo Hoesea. 2013. Evaluation of health surveillance activities of hajj 2013 in the hajj embarkation Palangkaraya. Palangkaraya

Kemenkes. 2013. PEDOMAN UMUM KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI MIDDLE EAST RESPIRATORY SYNDROME-CORONA VIRUS(MERS-CoV)

WHO. 2013. Weekly Epidemiological Record; http;/www.who.ith/wer/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar