Minggu, 29 April 2018

FILSAFAT ILMU



SOAL UJIAN SEMESTER I ANGKATAN XXVII
FILSAFAT ILMU


DOSEN : Dr. Ir. A. Rudyanto Soesilo, MSA











Disusun oleh:
Tiazh Oktaviani                             17.C2.0020

FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2018

FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran suatu ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi yang akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan.
Perkembangan filsafat tidak berhenti begitu saja, hingga saat ini kita mengenal berbagai versi dalam pembagian cabang-cabang dari filsafat itu sendiri. Dari sekian banyak versi tersebut, tentulah ada cabang-cabang filsafat yang banyak digunakan saat ini. Oleh karena itu, cabang-cabang filsafat yang banyak digunakan sekarang akan dibahas dalam makalah ini.
Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi. Selain itu, filsafat ilmu juga berusaha menjelaskan cara menentukan validitas dari sebuah informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah, macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan, serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri[1].
Setiap ilmu apapun yang diterima secara ilmiah harus ada aspek ilmu filsafat yang terdiri dari Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Tidak terbayangkan juka dalam penelitian dan pengembangan suatu ilmu aspek tersebut tidak diperhatikan, maka ilmu yang berhasil diteliti dan dikembangkan tersebut telah kebilangan nilai humanisme[2], artinya ilmu tersebut hanya untuk pribadi, golongan atau untuk menghancurkan, memusnahkan sesama manusia.
Sekarang ini kita juga melihat dimana sebuah pertikaian sesama manusia, alat atau perlatan yang dipergunakan adalah hasil penelitian dan pengembangan ilmu (dalam bentuk teknologi), sehingga apa yang dilakukan oleh mereka yang mengetahui ilmu teknologi dapat mendekte manusia (masyarakat) yang lain dalam bentuk pembodohan dan penghancuran secara fisik dan nonfisik.

Cabang Utama Filsafat
            Dalam lintasan sejarah aspek ilmu Filsafat yang dipergunakan dalam dunia pendidikan adalah sejarah pembentukan perguruan tinggi. Pembentukan itu yang pertama adalah pembentukan sekolah tinggi kedokteran yang didirakan di abad XI di kota Salermo yang terletah di sebelah timur napoli, Italia[3]. Ilmu kedokteran yang diajarkan di perguruan tinggi tersebut didasarkan pada ajaran Hepokrates dan Galen, yang memperoleh semangat dan dorongan yang amat besar berkat hubungannya dengan dokter-dokter Bangsa Yahudi dan Bangsa Arab. Kemudian dalam abad XII berdiri pusat studi ilmu hukum di Bologna, Italia[4].
            Pengembangan ilmu pengetahuan tersebut harus melewati proses penelitian dengan menggunakan metode penelitian yang sahih (valid) dan jika dari penelitian tersebut membuktikan ilmu pengetahuan yang akan dikembangkan maslahat bagi masyarakat banyak, bahwa pengembangan ilmu tidak hanya aspek maslahat yang menjadi ukuran. Tapi juga perlu dilihat dari aspek yang lain terutama filsafat ilmu yaitu dari aspek Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
Filsafat secara umum terbagi dua yaitu : filsafat teoritis dan filsafat praktis. Yang termasuk filsafat teoritis adalah: ontologi (metafisika), dan epistemologi. Sedangkan aksiologi adalah filsafat praktis.[5]
a.      Ontologi
Ontologi kerap disebut juga metafisika atau filsafat pertama.Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu on atau ontos yang berarti ada atau keberadaan dan logos yang bermakna studi atau ilmu tentang. Karena itu, ontologi berarti ilmu tentang ada. Dengan kata lain, ontologi adalah cabang filsafat yang mengupas masalah ada.  Pertanyaan dasar dalam ontologi adalah apa hakekat Ada?
            Contoh :
Dalam pendidikan, kegiatan membimbing anak untuk memahami realita dunia dan membina kesadaran tentang kebenaran yang berpangkal atas realita merupakan stimulus menyelami kebenaran tahap pertama. Dengan demikian potensi berpikir kritis anak-anak untuk mengerti kebenaran telah dibina sejak awal oleh guru di sekolah atau pun oleh orangtua.di keluarga.
            Dalam ilmu pengetahuan hukum kesehatan tentu disamakan dengan cara dosen memberikan gambaran ilmu yang meperajari hukum dan kesehatan juga turunannnya berdasarkan referensi yang mendukung. Sehingga mahasiswa mampu menjabarkan ilmu hukum kesehatan menurut kaedah kebenaranhya. Yang mendasari sebuah ilmu tersebut dari mana asalnya dan mengerti kemunculan ilmu tersebut kebenarannhnya dari mana sehingga tidak abstrak dan bias makna, atau bahkan tidak memiliki dasar keilmuan yang jelas.
b.      Epistemologi
Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme( pengetahuan , ilmu pengetahuan) dan logos (pengetahuan, informasi).  Jadi, epistemologi dapat berarti “pengetahuan tentang pengetahuan” atau teori pengetahuan. Singkatnya, epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang pengetahuan.Pertanyaan dasar dalam wacana filsafat adalah apakah pengetahuan itu? Bagaimana metode mendapatkannya? Bagaimana membuktikan kebenaran suatu pengetahuan?
            Contoh :
Menurut epistemologi, setiap pengetahuan manusia merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui manusia. Dengan demikian epistemologi ini membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas, dan hakekat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya.
            Kesamaan dalam ilmu hukum kesehatan dapat disangkutkan dengan pengetahuan atau arti dari teori yang menjelaskan batasan dan hakekat dari sebuah bidang ilmu tersebut.
c.       Aksiologi
Aksiologi berakar kata axios (layak,pantas), dan logos (ilmu, studi mengenai).  Jadi, aksiologi adalah studi filosofis tentang hakikat nilai-nilai.  Karena itu, aksiologi mempermasalahkan apakah nilai subjektif? Apakah nilai itu kenyataan? Objektifkah nilai-nilai itu? Namun, Pertanyaan dasariah aksiologi sendiri adalah apakah yang seharusnya saya lakukan?[6]
Contoh :
Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai (nilai tindakan moral, nilai ekspresi keindahan dan nilai kehidupan sosio-politik) di dalam kehidupan manusia dan membinanya ke dalam kepribadian anak. Pertanyaan yang berkaitan dengan aksiologi adalah apakah yang baik atau bagus[7].
            Apabila dikaitkan dengan hukum kesehata tentunya dikaitkan dengan etika frofesi dalam setiap bidang kesehatan. Dan yang mengukur kebenaran maupun kebaikan dalam pelaksanaan nya.

Cabang-Cabang Filsafat
Banyak para filsuf yang membagi filsafat ilmu menjadi berbagai cabang, seperti H. De Vos, Prof. Albuerey Castell, Dr. M. J. Langeveld, Aristoteles, dan lain-lain. Setiap filsuf memiliki perbedaan dalam membagi cabang-cabang filsafat ilmu. Walaupun ada perbedaan dalam pembagiannya, namun tentu saja lebih banyak persamaanya. Dari beberapa pandangan filsuf tersebut, sekarang filsafat memiliki beberapa cabang, yaitu metafisika, logika, epistemologi, etika, dan estetika.[8]
a.      Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada atau  membicarakan sesuatu dibalik yang tampak. Metafisika tidak muncul dengan karakter sebagai disiplin ilmu yang normatif tetapi tetap filsafat yang ditujukan terhadap pertanyaan-pertanyaan seputar perangkat dasar kategori-kategori untuk mengklasifikasikan dan menghubungkan aneka fenomena percobaan oleh manusia.  Persoalan metafisis dibedakan menjadi tiga, yaitu ontologi, kosmologi dan antropologi.
1.      Ontologi (Teori Alam dan Tipe-Tipe Realitas)
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret atau realistis. Hakekat kenyataan atau realitas bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang, yaitu kuantitatif (menanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?) dan kualitatif (menanyakan apakah kenyataan/realitas tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum). Adapun teori Ontologi utama meliputi:
a)      Materialisme à Objek-objek fisik yang ada mengisi ruang angkasa dan tidak ada yang lainnya. Semua sifat fisik alami tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri.
b)      Idealisme à Hanya pikiran/berpikir, spirit, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan berpikir yang benar-benar nyata (konkret).
c)      Dualisme à Keberadaan berpikir/pikiran dan material adalah nyata dan keduanya tidak saling mengurangi satu dengan yang lain.
2.      Kosmologi (Teori Umum Proses Realitas)
Kosmologi berkepentingan terhadap cara berbagai benda dan peristiwa yang satu mengikuti cara berbagai benda dan peristiwa lain menurut perubahan waktu (satu benda ditentukan oleh benda lainnya). Satu benda atau peristiwa ditentukan oleh sebab sebelumnya dan tidak dapat dibalik. Determinan-determinan dari peristiwa alam yang dianggap beroperasi dengan cara terakhir tersebut dinamakan Aristoteles sebagai “sebab-sebab final” à final causes à dikenal sebagai antecedent causes.
Determinisme merupakan pandangan tentang apapun yang terjadi bersifat universal, tanpa kecuali, dan secara lengkap ditentukan oleh sebab-sebab sebelumnya. Bila pandangan ini digabung dengan konsepsi materialisme, yaitu semua proses adalah fisik secara ekslusif, maka pandangan deterministik ini dinamakan mekanisme. Deterministik diakui dunia pendidikan internasional sebagai pendekatan yang powerful.
Selain pandangan determinisme, kita perlu mengenal pandangan lain, yaitu teleologi. Teleologi adalah proses yang dianggap ditentukan oleh aneka pengaruh atau sebab akhir (influenced by ends).
3.      Antropologi
Adalah ilmu yang menyelidiki tentang manusia yang berkaitan dengan pertanyaan pertanyaan tentang hakikat manusia dan pentingnya dalam alam semesta.
b.      Logika
Logika adalah cabang filsafat yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Logika membahas tentang prinsip-prinsip inferensia (kesimpulan) yang absah (valid) dan topik-topik yang saling berhubungan. Logika dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Logika deduktif (deductive form of inference), yaitu cara berpikir di mana pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir silogismus. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut (Suriasumantri. 1988: 48-49). Perkembangan logika deduktif dimulai sejak masa Aristoteles, setelah kontribusi oleh Stoics dan para logikawan lain pada zaman pertengahan, mereka mengasumsikannya sebagai garis besar tradisi Aristotelesian
2.      Logika induktif (inductive form of inference), yaitu cara berpikir yang dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat khusus. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang khas dan terbatas kemudian diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Prinsip induktif mampu digunakan dalam ilmu terapan pada masa John Stuart Mill dalam metodenya tentang analisis–sebab (causal analysis) bersama dengan prinsip teori peluang dan praktek statistik yang masih menjadi sumber-sumber utama penampilan buku tentang logika induktif.
Banyak para ahli berpendapat bahwa sekalipun sejak 1940-an logika deduktif berkembang tetapi masih belum menyamai taraf yang dicapai oleh logika deduktif. Dalam hal ini, logika deduktif lebih powerful.
c.       Epistemologi
Epistemologi (dari bahasa Yunani episteme = pengetahuan dan logos = kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistomologi atau teori pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
d.      Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku (moral) atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik ataupun buruk. Etika dalam kajian filsafatnya dapat diberi arti sebagai tata krama dan sopan santun yang lahir dari pemahaman perbuatan yang baik dan buruk serta sebuah tata aturan yang berlaku dalam masyarakat yang menjadi sebuah kebudayaan yang wajib untuk taat dipatuhi.
e.       Estetika
Estetika adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang keindahan. Estetika disebut juga sebagai “filsafat keindahan” (philosophy of beauty). Dalam Encyclopedia Americana (1973), estetika merupakan cabang filsafat yang berkenaan dengan keindahan dan hal yang indah dalam alam dan seni.[9]

Hubungan antara Onologi, Epistemologi dan Aksiologi
Bahwa antara ilmu dan filsafat mempunyai hubungan yang jelas. Bahkan filsafat mempunyai peran yang penting dalam perkembangan ilmu. Jika pendapat yang pertama mengenai lahirnya ilmu (ilmu pengetahuan) tersebut atas keyakinan kesahihannya, dapat dikatakan bahwa pengembangan ilmu berawal dari filsafat.
            Ilmu hukum kesehatan mempunyai predikat dalam penelitian serta pengembangannya bagaimana dari aspek filsafat ilmunya yang terdiri dari ontologi, Epistemologi dan Aksiologi dari ilmu hukum kesehatan.
            Bahwa aspek ontologi dari ilmu hukum kesehatan mempelajari hakikat dari ilmu hukum dan ilmu kesehatan. Apakah ilmu hukum kesehatan adalah suatu realita yang sebenarnya (empirik) atau realitas yang semua hasil pikiran manusia. Dalam hal ini harus dirangkat keterjalinan antara yang faktual dan yang ada di dalam pikiran manusia. Ontologi bidan kejian ilmu atau obyek ilmu. Pengetahuan apa yang menjadi obyek ilmu ditentukan oleh subyeknya. Sebyeknya dalam hal ini adalah pelaku ilmu dan pelaku ilmu adalah manusia. Dengan demikian manusia ilmu hukum manusia akan melakuakan telaah kepada manusia, karena hukum untuk manusia. Sehingga apayang diatur untuk manusia itu harus diatur dan harus dapat dijelaskan secara ontologi.
            Kemudian aspek Epistemologi dari ilmu hukum, yaitu harus dapat dijelaskan tata cara penelitian, struktur, metode dan validitas yang dipergunakan sehingga memungkinkan ilmu hukum kesehatan dapat predikat sebagai ilmu. Misalnya hukum kesehatan berbicara soal etika frofesi, maka harus diketahui apa itu etika dan terdapat penjelasannya. Bagaimana seseatu dapat dikatakan itu beretika dan harus bagaimana menerapkan suatu etika frofesi tersebut.
            Selanjutnya aspek Aksiologi dari ilmu pengetahuan hukum kesehatan berkaitan dengan isi dan nilai hukum kesehatan yang berlaku. Miisalnya jika hukum kesegatan mengatur sesuatu contohnya kebenaran, keadilan, maka hal tersebut harus diketahui kadar atau patokan sehingga sesuatu itu dapat disebut adil, benar. Oleh karena itu hal yang diatur harus mengandung nilai keadilan dan kebenaran. Walaupun terkadang untuk membuktikan suatu kebenaran dan keadilah di dalam sengketa medis sangatlah sulit, namun masih terdapat jawaban dari kasus yang ada.
            Bahwa pada dasarnya semua ilmu senantiasa disangkutkan dan senantiasa mengandung aspek ontologi, epistemologi dan Aksiologi. Hal tersebut akan sangat penting juka diingat bahwa hukum kesehatan itu untuk manusia. Membuat hukum (aturan) untuk benda hidup (manusia) sangat sulit karena dari waktu ke waktu bergerak dan berkembang. Sehingga apa yang diatur sekarang ini ideal, lima atau dua puluh tahun kemudian belum ideal untuk saat yang bersangkutan.























DAFTAR PUSTAKA
Adib Mohammad, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011
Rachmat Aceng, Filsafat Ilmu Lanjutan, Jakarta: Kencana, 2011,.
Sofyan Ayi, Filsafat Ilmu, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010.
Rahullah, Cabang Utama Filsafat ,http://ruhullah.wordpress.com/2008/07/25 /cabang-utama-filsafat/.
L. J. Van apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta 1981


[1] Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan, (Jakarta: Kencana), 2011, h. 133-134
[2] L. J. Van apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta 1981
[3] Lihat H.D Anthony, Science and Background The English Language Book Socienty and Mac Millian & Co. Lid, 1963 hal 88-90, Soelaeman B. Adiwijaya, Peranan Penelitian di Perguruan tinggi Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung hal 1-2.
[4] H.D Anthony, Ibid, hal 90. Soelaeman B Adiwijaya, ibid, hal 1-2.
[5] Jalaludin, 2007: 126
[6] Rahullah,  http://ruhullah.wordpress.com/2008/07/25/cabang-utama-filsafat/, diakses pada hari Senin, 12 April 2018, jam 14:00 WIB.
[7] Muhammad Noor Syam, 1986 dalam Jalaludin, 2007: 84
[8] Ayi Sofyan, Filsafat Ilmu, (Bandung: CV. Pustaka Setia), 2010, h. 22.
[9] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2011, h. 40-42