Senin, 03 September 2018

Pembuktian Dalam Kasus Pidana Medik



TUGAS INDIVIDU
HUKUM PEMBUKTIAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN
(Pembuktian Dalam Kasus Pidana Medik)

DOSEN : Dr. dr. Nasser, Sp.KK.,D.Law




Disusun oleh:
Tiazh Oktaviani                            17.C2.0020

FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2018

Kasus :



Jakarta - Keluarga mendiang Joshua Kristian Situmorang (7) akhirnya melaporkan RS Fatmawati dan drg Didi Alamsyah atas dugaan malpraktik. Laporan diterima Sentra Pengaduan Kepolisian (SPK) dengan surat tanda terima laporan No.550\/K\/II\/2006\/SPK Unit 2.Kuasa hukum keluarga korban dari LBH Kesehatan, Iskandar Sitorus, mengatakan, pihak RS telah melakukan kelalaian sehingga menyebabkan kematian Joshua.\\\"Mereka kita gugat melanggar pasal 304 KUHP karena tidak merawat orang sakit dan pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang meninggal dunia,\\\" katanya di Polda Metro Jaya, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Selasa (14\/2\/2006).
Joshua meninggal pada 12 Februari. Bocah laki-laki itu meninggal setelah sebelumnya menjalani perawatan gigi di RS Fatmawati. Pada 30 Januari, drg Didi Alamsyah yang juga spesialis bedah mulut mencabut gigi Josua. Setelah giginya dicabut, Josua mengalami pendarahan hebat.\\\"Dokter tidak memberitahukan kepada pihak keluarga tindakan apa yang akan dilakukan kepada Joshua, termasuk risiko-risikonya.
Tidak pernah ada persetujuan dari keluarga kalau gigi Josua akan dicabut,\\\" ungkap Iskandar.Iskandar juga menuding diagnosa yang dilakukan dokter tidak cermat karena dokter mencabut gigi dalam kondisi rahang dan pipi Josua sedang membengkak. \\\"Seharusnya tidak dilakukan pencabutan. Kalau diagnosanya tepat, maka tindakan medik yang dilakukan tidak seperti ini,\\\" katanya.Bahkan setelah terjadi pendarahan, dokter baru menyatakan adanya dugaan tumor di rahang Josua. \\\"Kalau ini benar, maka ini menunjukkan dokter sudah sangat keliru,\\\" cetusnya.Sementara ayah korban, Yanto Situmorang, mengaku pihaknya mendapatkan pelayanan yang buruk dari RS Fatmawati. \\\"Kami sempat tidak dilayani dan disuruh pulang karena kami tidak bawa uang.
Padahal anak kami sudah sedemikian parah,\\\" tuturnya.Joshua merupakan anak pertama dari pasangan Yanto Situmorang dan Dohaniar Lumbangaol yang lahir setelah perkawinan mereka berjalan 6 tahun.Rencananya minggu depan keluarga juga akan melakukan gugatan perdata terhadap RS Fatmawati ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
ANALISIS KASUS
Fakta Hukum              :

1.      Judul Kasus                : Keluarga Joshua Adukan RS Fatmawati ke Polda Metro

2.      Peristiwa                     : Keluarga mendiang Joshua Kristian Situmorang (7) akhirnya melaporkan RS Fatmawati dan drg Didi Alamsyah atas dugaan malpraktik
3.      Tempat Kejadian        : perawatan gigi di RS Fatmawati
4.      Waktu Kejadian         : Joshua meninggal pada 12 Februari. Bocah laki-laki itu meninggal setelah sebelumnya menjalani perawatan gigi di RS Fatmawati. Pada 30 Januari
5.      Pelaku                         : drg Didi Alamsyah
6.      Korban                       : Joshua Kristian Situmorang (7)

Penjelasan                   :
Sengketa Medis adalah sengketa yang terjadi antara pasien atau keluarga  pasien dengan tenaga kesehatan atau antara pasien dengan rumah sakit / fasilitas kesehatan. Sengketa yang terjadi antara dokter dengan pasien biasanya disebabkan oleh kurangnya informasi dari dokter, padahal informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan hak pasien.
Dua hal yang perlu mendapat perhatian serius oleh dokter karena kedua memberikan konsekwensi hukum yang menuntut pertanggungan jawab dokter sebagai tenaga kesehatan dan atau rumah sakit/klinik sebagai fasilitas kesehatan, yaitu :
1.      Kelalaian Medis
Tuntutan atau gugatan kelalaian medik yang dialamatkan ke dokter  pada hakekatnya adalah proses hukum yang ingin meminta  pertanggungjawab atas kesalahan yang dibuatnya, baik yang berupa kelalaian maupun kesengajaan. Pasal-pasal yang dikenakan kepada dokter karena Kelalaian Medis :
a.       Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
b.      Pasal 359 KUHP yaitu karena kesalahannya menyebabkan orang mati.
c.       Pasal 360 KUHP yaitu karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat.
d.      Pasal 361 KUHP yaitu karena kesalahannya dalam melakukan suatu jabatan atau pekerjaannya hingga menyebabkan mati atau luka berat akan dihukum lebih berat.
e.       Pasal 322 KUHP tentang pelanggaran rahasia kedokteran.
f.       Pasal 346, 347, 348 KUHP yang berkenaan dengan abortus  provocatus
g.      Pasal 344 KUHP tentang euthanasia.
h.      Pasal 304 KUHP sebagai pembiaran. 2.
2.      Pembiaran Medis
Kasus pembiaran medis yang berdampak pada kecacatan atau kematian kepada pasien menimbulkan dampak hukum yang sangat besar, namun begitu karena ketidaktahuan atau kurang pahamnya pasien dalam sistem pelayanan kesehatan menjadi suatu hal yang biasa saja. Peraturan perundang-undangan tengtang pembiaran medis :
a.       Pasal 1366 KUHPerdata
b.      Pasal 304 KUHP
c.       Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Ada dua jalur penyelesaian kasus sengketa medis yaitu jalur Litigasi dan  jalur Non Litigasi. Dari ke 2(dua) jalur tersebut ada 5 (lima ) lembaga  penyelesaian. Ke 5 (lima) lembaga penyelesaian sengketa medik tesebut adalah: Lembaga Peradilan Hukum Perdata, Lembaga Peradilan Hukum Pidana, Majelis Kehormatan etika kedokteran Indonesia(MKEK), Panitia Pertimbangan dan Pembinaan etik kedokteran (P3EK), serta melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia(MKDKI). Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif jenis perbandingan, teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Meneliti masalah normatif, membuat perbandingan antar penyelesaian sengketa medik melalui jalur litigasi dan nonlitigasi dengan disertai contoh kasus-kasus penyelesaian sengketa, sehingga dapat diketahui dengan jelas. Hasil penelitian penyelesaian sengketa medik dapat dilakukan melalui jalur litigasi dan jalur nonlitigasi.
Pada jalur litigasi diselesaikan melalui peradilan hukum perdata dan  peradilan hukum pidana, sedangkan melalui jalur nonlitigasi diselesaikan melalui MKEK, P3EK, dan MKDKI. Proses penyelesaian sengketa medik melalui  peradilan perdata, dilaksanakan oleh lembaga pengadilan Negeri, Pengadilan tinggi pada tingkat banding, Mahkamah Agung pada tingkat kasasi dengan dugaan adanya perbuatan pelanggaran hukum-hukum perdata, sedangkan  penyelesaian perkara melalui peradilan pidana diselesaikan melalui lembaga yang sama seperti peradilan perdata, dengan dugaan adanya pelanggaran tindak pidana oleh dokter. Pada jalur nonlitigasi, proses penyelesaian sengketa medik dilaksanakan oleh lembaga MKEK cabang, MKEK wilayah pada tingkat banding, MKEK pusat  pada tingkat banding kedua, bila diduga adanya pelanggaran etik kedokteran terhadap tindakan dokter, demikian pula penyelesaian sengketa medik melalui P3EK, bila pengaduan diduga berupa pelanggaran etika kedokteran, sedangkan  penyelesaian sengketa medik melalui MKDKI bila diduga adanya perbuatan dokter yang melanggar disiplin kedokteran.
Perbandingan penyelesaian dari lembaga-lembaga yang ada dari ke 2(dua)  jalur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Didapat banyak perbedaan dari masing-masing lembaga tersebut antara lain: tentang badan atau lembaga yang menanganinya, dasar hukum pelaksanaan penyelesaian sengketa medik dari lembaga-lembaga tersebut, materi/objek sengketa, pihak yang bersengketa, sifat  persidangan dari lembaga-lembaga, prosedur acara, lokasi persidangan, pejabat  pelaksana, pendamping terhadap pihak yang bersengketa.




Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar