Senin, 03 September 2018

ETHICAL DILEMMAS IN EMERGENCY MEDICINE


 ETHICAL DILEMMAS IN EMERGENCY MEDICINE



Salah  satu kewajiban terpenting dokter dalam kedokteran klinik adalah pengelolaan klinik (Clinical case management) dengan memperhatikan Clinical Ethics. Albert R .Jonsen, Mark Siegler dan William  J.Winslade dalam buku Clinical Ethics ,a practical approah to Ethical decisions in clinical  medicine tahun 2005 dan 2010 menguraikan banyak hal tentang clinical ethics dan contoh contoh nyata dari seluruh dunia. Mengenai clinical ethics seringkali para ahli menyebut bioetika klinik (clinical bioethics), yang pada intinya membahas pembuatan keputusan moral sehari-hari( the day to day  moral decision making) terhadap pasien dalam kedokteran klinik. Clinical Ethics didefinisikan sebagai sebuah disiplin yang menyediakan pendekatan terstruktur guna mengidentifikasi , menganalisis, dan menyelesaikan isu isu etika dalam kedokteran klinik.
                Perlu difahami bahwa dalam kedokteran klinik para dokter ,sebagai profesional atau  pemangku amalan perobatan ,akan selalu berhadapan dengan berbagai macam kasus dengan berbagai ragam problem mediknya sendiri sendiri yang pada hakekatnya juga merupakan problem etika. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menetapkan kebijakan klinik. Oleh sebab itu dalam mengelola setiap pasien dalam kedokteran klinik harus memahami manajemen kasus klinik , dokter harus juga mampu  mengaplikasikan clinical ethics.

Topik topik clinical ethics.
Menurut  Jonsen dan kawan kawan , ciri ciri khas (features) clinical ethics terdapat pada empat  topik yaitu : indikasi medis , preferensi atau pilihan pasien, mutu hidup pasien dan faktor faktor konstektual yaitu faktor faktor eksternal yang ada kaitan dan pengaruhnya pada pengobatan atau perawatan pasien : keluarga , sistem nilai, ekonomi, sosial budaya, agama dan sebagainya.Topik indikasi medis erat kaitan dengan penilaian klinis (clinical judgment) seorang dokter . Penilaian klinis seorang dokter  membuahkan indikasi medis dan usul untuk intervensi medis ,harus memperhatikan dan tidak boleh  mengabaikan tiga topik lainnya yang menyangkut pasien .

Dilema etik.
Dilema etik atau masalah etika dalam kasus  klinis antara lain terjadi karena ada masalah dalam satu atau lebih dari empat  topik ini yaitu masalah dengan indikasi medis ,masalah dengan preferensi pasien ,masalah dengan mutu hidup pasien , atau masalah dengan faktor faktor kontekstual. Dilema etika atau masalah etika bisa juga muncul ke permukaan yaitu bila satu asas etika jika diterapkan dalamklinis akan bertentangan dengan asas etika yang lain .
                Jika suatu tindakan medik tertentu sudah sesuai dengan norma moral, maka tindakan medis tertentu tersebut hampir selalu etis. Dan bila tindakan medik tertentu tersebut tidak sesuai dengan norma moral, maka ini berarti ada dilema etik sehingga untuk melakukan tindakan tersebut, pandangan moralnya perlu dikritisi dan dianalisis secara logis dan rasional untuk diperoleh justifikasinya dan hasilnya bisa etis atau tidak etis.
                Dalam Kodeki 2012 tidak ada definisi dilema etik secara tegas, hanya disebutkan dalam hal terjadi dilema etik dalam pemberian pelayanan kesehatan, setiap dokter wajib bersikap sesuai keutamaan profesinya. Yang dimaksud dengan dilema etik dalam Kodeki 2012 antara lain dapat ditimbulkan oleh kebijakan tingkat makro negara, pemerintah, pemerintah daerah, atau badan kesehatan atau terkait kesehatan tingkat dunia/ internasional atau akibat kebijakan tingkat meso oleh lembaga fasilitas pelayanan kesehatan.

Kegawatan Medik ( menurut American Hospital Association / AHA )
1.       Kondisi  DIANGGAP EMERGENCY:
             Yaitu setiap kondisi yang menurut pendapat pasien, keluarga atau orang-orang yg membawa pasien ke RS memerlukan  penanganan segera.  Kondisi ini berlangsung sampai dokter memeriksanya dan kemudian menemukan keadaan yang sebaliknya, yaitu pasien tidak dalam keadaan terancam jiwanya
       2.   Kondisi Emergensi yang Sebenarnya (TRUE EMERGENCY) :
        Yaitu  setiap  kondisi  yang  secara  klinis, memang memerlukan  penanganan medik segera       (immediate  medical attention), kondisi ini baru dapat ditentukan setelah pasien diperiksa oleh dokter guna mencegah  pasien dari kematian / kecacatan.                                                
 EMTALA  (EMERGENCY MEDICAL TREATMENT AND ACTIVE  LABOR ACT)
Emtala diloloskan oleh konggres Amerika pada tahun 1986, adalah sebagai berikut:
(A).  Suatu kondisi yang ditandai oleh adanya gejala berat  dan akut (meliputi rasa sakit luar biasa),     yang  kalau    tidak  ditangani segera akan dapat mengakibatkan:
       (i) kesehatan pasien mengalami bahaya serius (termasuk wanita hamil atau bayi yang     dikandungnya);
       (ii)  kerusakan organ atau tubuh yang serius; atau
       (iii)  kegagalan organ atau bagian tubuh yang serius; atau
 (B).  Suatu kondisi wanita hamil yg telah mengalami kontraksi,   tetapi:
      (i).  tidak memiliki waktu yang cukup untuk membawanya ke rumah sakit; atau
      (ii).  transportasi wanita itu ke RS dapat membahayakan diri wanita itu atau bayinya.    
 


Menurut Permenkes no.19 tahun 2016 tentang sistem penanggulangan gawat darurat terpadu  :
1.       Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan 
2.       Pelayanan gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/ pasien  gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan.                 
Definisi yang lebih spesifik Darurat Medis disebutkan dalam Undang-Undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Keadaan darurat medis adalah kondisi yang mengancam keselamatan nyawa dan berisiko menimbulkan kecacatan.
Definisi yang hampir sama terdapat dalam Undang-Undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit, yaitu Keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
Menurut Herkutanto, masalah utama dalam Gawat Darurat Medik antara lain :
a.       Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif lebih singkat
b.      Perubahan klinis pasien mendadak darimenit ke menit
c.       Mobilitas petugas yang tinggi 
Dalam kondisi seperti di atas, situasi emosional dari pihak pasien atau keluarganya sangat labil karena tertimpa risiko, serta pekerjaan dokter/tenaga kesehatan lain di bawah tekanan penyakitnya maupun keluarga akan sulit untuk mengambil keputusan dan akan mudah menimbulkan konflik. Meski demikian dalam keadaan gawat darurat, hubungan dokter pasien tidak berlaku 2 hal,yaitu :
1.       Azas Volunterisme (kesepakatan)
Pelayanan kesehatan dalam kondisi gawat darurat berbeda  dengan pelayanan poli kasus non gawat darurat. Prinsip utama yang akan dilakukan dokter hanya mengacu pada keselamatan hidup pasien.
2.       Pre exixting relationship.
Sebelum datang atau diantar ke unit gawat darurat, pasien tidak dalam perjanjian lebih dahulu dengan dokter sehingga kedatangan pasien adalah mendadak atau tiba-tiba.

Kewajiban memberikan pertolongan Gawat Darurat/ Kegawatan Medik
Dalam Undang-Undang no.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 51 ayat d membicarakan kewajiban dokter bahwa dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 12 Kodeki 2012. Dalam sumpah dokter butir 1 disebutkan, saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
Isu tentang kewajiban dokter dalam menghadapi kasus dengan kegawatan medik , baik ditempat kejadian, tempat praktek dokter ataupun di emergency room itu sendiri. Apakah merupakan kewajiban moral saja atau juga merupakan kewajiban hukum? Banyak sejawat dokter  menyangka bahwa kewajiban hukum seseorang yang memerlukan pertolongan baru muncul setelah terjadi hubungan dokter pasien yang bersifat kontraktual.
Ada sebuah contoh kasus menarik yang pernah disiarkan jaringan televisi Amerika WABC 4 malam berturutan menjelang hari natal tahun 1963, kasus ini dikenal sebagai sebutan “ A doctor at a bridge” karena kejadian kecelakaan lalu lintas di jembatan Bronx Whitestone Bridge NewYork yang menimpa pengendara motor. Korban tergeletak di tengah jalan dan memerlukan pertolongan segera namun seorang dokter yang kebetulan lewat terus saja berlalu tanpa memberikan pertolongan apa-apa. Menjadi perdebatan tentang moral doktrer Amerika dinilai sangat  buruk. Tapi bijaksanakah mempersoalkan nilai moral mereka secara umum hanya  dari 1 atau 2  kasus tanpa melihat alasannya. Bagaimanapun dokter adalah bagian dari masyarakat yang tidak kebal dari perubahanan nilai. Apa yang sedang terjadi di masyarakat dapat juga  mempengaruhi sikap dan perilaku dokter.
Bandingkan kasus tersebut dengan tragedi Kitty Genovese, suatu  kejadian yang menyedihkan menimpa wanita muda yaitu ditusuk sampai mati di luar apartemennya di New York City, ada 38 orang  yang menyaksikan kejadian itu tetapi tak seorangpun menelepon polisi karena tak mau direpotkan oleh urusan urusan selanjutnya. Darijajak pendapat oleh Medical Tribun menunjukkan bahwa  keengganan dokter memberikan pertolongan di tempat kejadian adalah pengalaman buruk rekan-rekan mereka yaitu digugat membayar ganti rugi yang tidak sedikit walaupun untuk jerih payahnya menolong yang tidak dibayar samasekali.
Contoh di Indonesia, terjadi di IGD sebuah RSUD di kabupaten, pasien Ny S (20 th) hamil ke2 pada tanggal 22 juli 2007 jam 04.45 WIB datang ke IGD RSUD dengan keluhan hamil 9 bulan, mules mules ketuban sudah pecah di rumah, diperiksa dokter IGD disimpulkan pasien dalam kondisi inpartu. Saat itu IGD sangat sibuk, fasilitas tempat di IGD terbatas, kamar bersalin sedang penuh, pasien menolak untuk dirujuk ke RS lain swasta dengan alasan biaya, pasien mengaku tidak mampu tetapi tidak memiliki surat keterangan tidak mampu seperti Askeskin atau jamkesmas. Tanpa didampingi perawat, dengan digandeng suami pasien berjalan ke kamar bersalin yang berjarak 30 meter dari IGD tanpa sepengetahuan dokter. Dalam perjalanan pasien mendadak mules hebat, jatuh terkulai di lantai, perut semakin mules hebat sehingga bayi lahir spontan di lantai. Kebetulan saat itu lewat seorang perawat yang segera memberikan pertolongan, bayi dibersihkan mulut dan hidungnya dan menangis kuat, salah seorang perawat lain memanggi bidan jaga dari kamar bersalin dan mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya.
Di RS daerah di Jawa Timur sebuah IGD menerima  ambulan yang membawa pasien terluka parah yang mengalami perampokan saat berkendara, hasil pemeriksaan di IGD diduga mengalami perdarahan di otak dan harus segera di operasi untuk menyelematkan nyawanya. Identitas pasien tidak ada, keluarga dan teman tidak ada, pasien dalam kondisi tidak sadar, dokter akan segera mengoperasi tidak bisa mengambil keputusan karena identitas, keluarga atau teman  tidak ada.

Konsep Pembuatan Keputusan Etik
Perlu dijelaskan beberapa hal penting antara lain sebagai berikut :
a.       Bahwa pembuatan keputusan atas dilema etik dipengaruhi oleh banyak faktor.
b.      Bahwa sejalan dengan perubahan dunia maka banyak dilema etik baru muncul, sementara dilema lama tetap saja eksis.
c.       Bahwa salah satu perubahan terbesar dunia sekarang ini adalah kemajuan di bidang ilmu dan teknologi terutama dalam bidang pelayanan kesehatan, yang sering meninggalkan jauh di belakang kemmpuan etika dan hukum dalam mengatasi problem yang ditinggalkan oleh kemajuan itu.
Merujuk pada kondisi lampau dan kini maka orang terutama para profesional, harus mampu untuk :
a.       Mengidentifikasi faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi pembuatan keputusan yaitu :
-          Faktor sosio-budaya
-          Faktor kemajuan ilmu dan teknologi
-          Faktor isu-isu hukum
-          Faktor perubahan status pekerja di bidang kesehatan
-          Faktor keterlibatan konsumen dalam pelayanan kesehatan
b.      Mengaplikasikan keempat prinsip moral dasar kesehatan dalam setiap pembuatan keputusan
Menurut Beauchamp and Childress (1983) keempat prinsip moral tersebut terdiri dari :
a.      Beneficence ( to do good)
b.      Nonmaleficence (to do no harm)
c.       Autonomy dan
d.      Justice
Sedangkan menurut Catalano, keempat prinsip moral tersebut meliputi :
a.       Beneficence
b.      Fidelity
c.       Autonomy dan
d.      Justice
Model Pembuatan Keputusan Etik
Ada banyak model yang ditawarkan para ahli dalam pembuatan keputusan etik di tengah-tengah kasus dilema etik, akan diuraikan sebuah model yang diajukan oleh JohnStone.
Johnstone menganjurkan agar dilema moral/ problem moral/ dilema etik diselesaikan dengan pendekatan lima langkah yaitu :
a.       Menilai situasinya
b.      Mengenal dan menentukan problem moralnya
c.       Menetapkan tujuan serta merancang tindakan yang sesuai
d.      Melaksanakan tindakan yang telah dirancang
e.      Mengevaluasi hasilnya
Untuk memahami model  lima langkah Johnstone perlu diberikan contoh sebagai berikut :
Seorang perempuan muda yang sedang hamil 2 bulan datang ke bagian bedah sebuah RS di kotanya untuk memeriksakan benjolan pada payudara yang makin membesar. Dalam pemeriksaan dokter ternyata benjolan tersebut merupakan kanker payudara yang masih mungkin dioperasi (operable). Tindakan medis apa yang menurut etika pantas atau dapat dibenarkan. Dilema medik apa yang mungkin timbul ?

 INFORMED CONSENT PADA PASIEN EMERGENSI
1.       Jika keadaan pasien masih memungkinkan maka informed consent tetap penting, tetapi bukan prioritas.  
2.       Meski penting, namun pelaksanaannya tidak boleh menjadi penghambat atau penghalang dilakukannya tindakan pertolongan penyelamatan (emergency care). 
3.       Permenkes, UUPK dan UURS menyatakan bahwa dalam kondisi emergensi tidak diperlukan informed consent.
4.       Berbagai yurisprudensi di negara maju menunjukkan hal yang sama,  bahwa  tindakan emergency care dapat  dilakukan tanpa informed consent.
5.       Kasus Mohidin (Sukabumi), hakim membenarkan dokter mencopot mata  pasien  untuk  menyelamatkan mata yang masih sehat tanpa informed consent (karena cacat dalam prosedur) atas dasar teori sympatico optalmia.

DILEMA ETIK INTERNASIONAL
1.       What to do When There Aren’t Enough Beds in the PICU
Dr A, the attending physician on the pediatric surgical team, calls the pediatric intensive care unit (PICU) to schedule a patient with mitral valve  stenosis for admission to the pediatric intensive care unit for monitoring during the surgical stay. The director of the PICU Dr L tells Dr A that she will have to get back to him about availability because beds are fully occupied. (AMA journal of Ethics, February 2017)

2.       Can A Minor Refuse Assent for Emergency Care?
Dr. Mc Kinney is working in the emergency departement when an ambulance arrives with a frantic 12 year old girl, Micah, and her 8 year old sister,Gracia. The paramedic quickly repport that the girls were home alone when Gracia found Micah sitting on the Bathroom floor screaming and covered in blood. No one has yet been able to contact the girls’ parents. Micah is so frantic that she is unable to give Dr McKinney any medical history.                           ( AMA journal of Ethics, october 2012)

3.       What Should Physicians Do When They Disagree,Clinically and Ethically, with a Surrogate’s whishes?
Charles is a resident in the ICU. He meets a patient,a man whohas a medicalhistory of Hypertension, Atrial fibrilation ,Mitral valverepair,chronic Kidney dissease and two failed kidney transplants. He developed kidneyfailure and subsequently progresses to shock and heart failure, requiring continuous dialysis and ICUcare. He began toshow signs of ICUdeliriumvery early on and refused surgical interventions.
The patient’s wife, who was present in the ICU,was informed as he became increasingly delirious that her husband likely had limited time left,but she left the roomduring the discussion and refusedto participate. Her husbandrapidly decompensated. Nevertheles,shhe insisted on the continuation of intensive medicalcare.” Why does everyone keep talking abaut the negative?” She said. She refused palliative care involvement.
(AMA journal of Ethics, june 2017)

4.       PsychiatricPatient Disposition in the Emergency Departement.
Mr.Pa42 year old Caucasian male was brought to the emergency departement by ambulance with chief complaint. “I was in the pharmacy and became paranoid and very anxious and asked the pharmacist to call 911” . Mr.P had been discharged from another hospital earlier in the day following a three week hospitalization for paranoid thoughts and suicidal ideation with a plan follow up in the community by the Assertive Community treatment (ACT) team and community services as he is homeless and has no source of informal support from family or friends.
(Online journal of Health Ethics, 2007)

5.       An Ethical Dilemma in trauma care : A case presentation.
Mr.D was a 57 year old man involved in a motor vehicle crash as an unrestrained driver.He sustained multiple injuries : left pneumothorax, concussion, and multiple fractures including nasal, pelvis, left rib and lumbar spine fractures complicated by alcohol intoxication (blood alcohol level 229mg/dl). Past medical and surgical history were significant for splenectomy.
The surgeon explained Mr.D that delay would increase the need for open chest surgery as well as increase the risk for sepsis, respiratory and renal failure,heart attack and death. The patient refused from lack of either understanding or obstinance. The physician suspected lack of capasity in decission making and consulted behavioural medicine for evaluation. The Psychiatrist’s initial evaluation revealed an angry patient without family or friends. Discussion revealed the patient did not have the capacity to understand the gravity of his current medical situation.
(Journal of Nursing Education and Practice, 2014)

6.       How to Communicate Clearly about Brain Death and first Person Consent to Donate.
Michael is ahealthy 21 year old man whois brought by ambulance toan Edafter amotor vehicle accident. His family is devastated whenhe falls into a coma, is put on ventilator, and three days later is declared brain-dead by two physicians. Dr.A , the attending trauamaphysicians on service in the ICUthat week, explain to Michael’s parents the unlikelihood of his recovering and initiates a discussion about whether and for how long the family would like to continuou life sustaining care. Michael’s parents are distraught over the idea of stopping it. His mother says “ How can you even suggest discontinuing care? His heart is still beating, he still has life energy inside of him,and you want us to kill him ?”
(American MedicalAssociation Journal of Ethics,February 2016)

7.       Snake bite : EthicoMedicolegal Significance.
A middle aged woman died while being transported from a local hospital to a tertiary care hospital following a snake bite. She was brought to the hospital with symptom suggestive of neurotoxin poisoning and anti snake venom was given at the local hospital. The patient developed shortness of breath and she was transferred to a tertiary care hospital for further ventilator support, but the patient was pronounced dead on the way after two hours of the bite. Bite mark with two fangs  was found on the left upper part of the breast. Inflammatory sign were found arroud the bite mark with necroses and blister formation. Role ethical dilemas, role of non availability of species specific antivenom and efficacy of common anti snake venom should be further studied before giving opinios regarding potential negligence. (Postgraduate trainee, Professor, Departemenof Forensic Medicine, Faculty of Medical Sciences, University of Sri Jayewardenepure)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar