ETHICAL DILEMMAS IN
EMERGENCY MEDICINE
Salah satu kewajiban terpenting dokter dalam
kedokteran klinik adalah pengelolaan klinik (Clinical case management) dengan memperhatikan Clinical Ethics. Albert
R .Jonsen, Mark Siegler dan William J.Winslade
dalam buku Clinical Ethics ,a practical approah to Ethical decisions in
clinical medicine tahun 2005 dan 2010
menguraikan banyak hal tentang clinical ethics dan contoh contoh nyata dari
seluruh dunia. Mengenai clinical ethics
seringkali para ahli menyebut bioetika klinik (clinical bioethics), yang pada intinya membahas pembuatan keputusan
moral sehari-hari( the day to day moral decision making) terhadap pasien
dalam kedokteran klinik. Clinical Ethics didefinisikan sebagai sebuah disiplin
yang menyediakan pendekatan terstruktur guna mengidentifikasi , menganalisis, dan
menyelesaikan isu isu etika dalam kedokteran klinik.
Perlu
difahami bahwa dalam kedokteran klinik para dokter ,sebagai profesional
atau pemangku amalan perobatan ,akan
selalu berhadapan dengan berbagai macam kasus dengan berbagai ragam problem
mediknya sendiri sendiri yang pada hakekatnya juga merupakan problem etika. Banyak
faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menetapkan kebijakan klinik. Oleh
sebab itu dalam mengelola setiap pasien dalam kedokteran klinik harus memahami
manajemen kasus klinik , dokter harus juga mampu mengaplikasikan clinical ethics.
Topik topik clinical
ethics.
Menurut Jonsen dan kawan kawan , ciri ciri khas (features) clinical ethics terdapat pada
empat topik yaitu : indikasi medis ,
preferensi atau pilihan pasien, mutu hidup pasien dan faktor faktor konstektual
yaitu faktor faktor eksternal yang ada kaitan dan pengaruhnya pada pengobatan
atau perawatan pasien : keluarga , sistem nilai, ekonomi, sosial budaya, agama
dan sebagainya.Topik indikasi medis erat kaitan dengan penilaian klinis (clinical judgment) seorang dokter . Penilaian
klinis seorang dokter membuahkan
indikasi medis dan usul untuk intervensi medis ,harus memperhatikan dan tidak
boleh mengabaikan tiga topik lainnya yang
menyangkut pasien .
Dilema etik.
Dilema etik atau masalah etika
dalam kasus klinis antara lain terjadi
karena ada masalah dalam satu atau lebih dari empat topik ini yaitu masalah dengan indikasi medis
,masalah dengan preferensi pasien ,masalah dengan mutu hidup pasien , atau
masalah dengan faktor faktor kontekstual. Dilema etika atau masalah etika bisa
juga muncul ke permukaan yaitu bila satu asas etika jika diterapkan dalamklinis
akan bertentangan dengan asas etika yang lain .
Jika
suatu tindakan medik tertentu sudah sesuai dengan norma moral, maka tindakan
medis tertentu tersebut hampir selalu etis. Dan bila tindakan medik tertentu
tersebut tidak sesuai dengan norma moral, maka ini berarti ada dilema etik
sehingga untuk melakukan tindakan tersebut, pandangan moralnya perlu dikritisi
dan dianalisis secara logis dan rasional untuk diperoleh justifikasinya dan
hasilnya bisa etis atau tidak etis.
Dalam
Kodeki 2012 tidak ada definisi dilema etik secara tegas, hanya disebutkan dalam
hal terjadi dilema etik dalam pemberian pelayanan kesehatan, setiap dokter
wajib bersikap sesuai keutamaan profesinya. Yang dimaksud dengan dilema etik
dalam Kodeki 2012 antara lain dapat ditimbulkan oleh kebijakan tingkat makro
negara, pemerintah, pemerintah daerah, atau badan kesehatan atau terkait
kesehatan tingkat dunia/ internasional atau akibat kebijakan tingkat meso oleh
lembaga fasilitas pelayanan kesehatan.
Kegawatan Medik ( menurut American Hospital Association / AHA
)
1.
Kondisi
DIANGGAP EMERGENCY:
Yaitu
setiap kondisi yang menurut
pendapat pasien, keluarga
atau orang-orang yg membawa pasien ke RS memerlukan penanganan segera.
Kondisi ini berlangsung sampai dokter memeriksanya dan kemudian
menemukan keadaan yang sebaliknya, yaitu pasien tidak dalam keadaan terancam
jiwanya
2.
Kondisi Emergensi yang Sebenarnya
(TRUE EMERGENCY) :
Yaitu setiap kondisi yang secara klinis, memang memerlukan penanganan medik segera
(immediate medical attention), kondisi ini baru
dapat ditentukan setelah pasien diperiksa oleh dokter guna mencegah
pasien dari kematian
/ kecacatan.
EMTALA
(EMERGENCY MEDICAL TREATMENT AND
ACTIVE LABOR ACT)
Emtala diloloskan oleh konggres Amerika pada tahun 1986, adalah
sebagai berikut:
(A).
Suatu kondisi yang ditandai oleh adanya gejala berat dan akut (meliputi rasa sakit luar biasa), yang kalau tidak ditangani segera akan dapat mengakibatkan:
(i) kesehatan
pasien mengalami bahaya serius (termasuk wanita hamil atau bayi yang dikandungnya);
(ii)
kerusakan organ atau tubuh yang serius; atau
(iii) kegagalan organ atau bagian tubuh yang serius; atau
(B). Suatu kondisi wanita
hamil yg telah mengalami kontraksi, tetapi:
(i).
tidak memiliki waktu yang cukup untuk membawanya ke rumah sakit; atau
(ii). transportasi
wanita itu ke RS dapat membahayakan
diri wanita itu atau bayinya.
Menurut Permenkes no.19 tahun
2016 tentang sistem penanggulangan gawat darurat terpadu :
1. Gawat
Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
2. Pelayanan
gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/ pasien gawat darurat dalam waktu
segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan.
Definisi yang lebih spesifik
Darurat Medis disebutkan dalam Undang-Undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
Keadaan darurat medis adalah kondisi yang mengancam keselamatan nyawa dan
berisiko menimbulkan kecacatan.
Definisi yang hampir sama
terdapat dalam Undang-Undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit, yaitu
Keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
Menurut Herkutanto, masalah utama
dalam Gawat Darurat Medik antara lain :
a. Periode
waktu pengamatan/pelayanan relatif lebih singkat
b. Perubahan
klinis pasien mendadak darimenit ke menit
c. Mobilitas
petugas yang tinggi
Dalam kondisi seperti di atas,
situasi emosional dari pihak pasien atau keluarganya sangat labil karena
tertimpa risiko, serta pekerjaan dokter/tenaga kesehatan lain di bawah tekanan
penyakitnya maupun keluarga akan sulit untuk mengambil keputusan dan akan mudah
menimbulkan konflik. Meski demikian dalam keadaan gawat darurat, hubungan
dokter pasien tidak berlaku 2 hal,yaitu :
1. Azas Volunterisme (kesepakatan)
Pelayanan
kesehatan dalam kondisi gawat darurat berbeda
dengan pelayanan poli kasus non gawat darurat. Prinsip utama yang akan
dilakukan dokter hanya mengacu pada keselamatan hidup pasien.
2. Pre exixting relationship.
Sebelum datang
atau diantar ke unit gawat darurat, pasien tidak dalam perjanjian lebih dahulu
dengan dokter sehingga kedatangan pasien adalah mendadak atau tiba-tiba.
Kewajiban memberikan pertolongan Gawat Darurat/ Kegawatan
Medik
Dalam Undang-Undang no.29 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 51 ayat d membicarakan kewajiban dokter bahwa
dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. Hal ini
sesuai dengan bunyi pasal 12 Kodeki 2012. Dalam sumpah dokter butir 1
disebutkan, saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
Isu tentang kewajiban dokter
dalam menghadapi kasus dengan kegawatan medik , baik ditempat kejadian, tempat
praktek dokter ataupun di emergency room
itu sendiri. Apakah merupakan kewajiban moral saja atau juga merupakan
kewajiban hukum? Banyak sejawat dokter
menyangka bahwa kewajiban hukum seseorang yang memerlukan pertolongan
baru muncul setelah terjadi hubungan dokter pasien yang bersifat kontraktual.
Ada sebuah contoh kasus menarik
yang pernah disiarkan jaringan televisi Amerika WABC 4 malam berturutan
menjelang hari natal tahun 1963, kasus ini dikenal sebagai sebutan “ A doctor at a bridge” karena kejadian
kecelakaan lalu lintas di jembatan Bronx Whitestone Bridge NewYork yang menimpa
pengendara motor. Korban tergeletak di tengah jalan dan memerlukan pertolongan
segera namun seorang dokter yang kebetulan lewat terus saja berlalu tanpa
memberikan pertolongan apa-apa. Menjadi perdebatan tentang moral doktrer
Amerika dinilai sangat buruk. Tapi
bijaksanakah mempersoalkan nilai moral mereka secara umum hanya dari 1 atau 2
kasus tanpa melihat alasannya. Bagaimanapun dokter adalah bagian dari
masyarakat yang tidak kebal dari perubahanan nilai. Apa yang sedang terjadi di
masyarakat dapat juga mempengaruhi sikap
dan perilaku dokter.
Bandingkan kasus tersebut dengan
tragedi Kitty Genovese, suatu kejadian
yang menyedihkan menimpa wanita muda yaitu ditusuk sampai mati di luar
apartemennya di New York City, ada 38 orang
yang menyaksikan kejadian itu tetapi tak seorangpun menelepon polisi
karena tak mau direpotkan oleh urusan urusan selanjutnya. Darijajak pendapat
oleh Medical Tribun menunjukkan bahwa
keengganan dokter memberikan pertolongan di tempat kejadian adalah
pengalaman buruk rekan-rekan mereka yaitu digugat membayar ganti rugi yang
tidak sedikit walaupun untuk jerih payahnya menolong yang tidak dibayar
samasekali.
Contoh di
Indonesia, terjadi di IGD sebuah RSUD di kabupaten, pasien Ny S (20 th) hamil
ke2 pada tanggal 22 juli 2007 jam 04.45 WIB datang ke IGD RSUD dengan keluhan
hamil 9 bulan, mules mules ketuban sudah pecah di rumah, diperiksa dokter IGD
disimpulkan pasien dalam kondisi inpartu. Saat itu IGD sangat sibuk, fasilitas
tempat di IGD terbatas, kamar bersalin sedang penuh, pasien menolak untuk dirujuk
ke RS lain swasta dengan alasan biaya, pasien mengaku tidak mampu tetapi tidak
memiliki surat keterangan tidak mampu seperti Askeskin atau jamkesmas. Tanpa
didampingi perawat, dengan digandeng suami pasien berjalan ke kamar bersalin
yang berjarak 30 meter dari IGD tanpa sepengetahuan dokter. Dalam perjalanan
pasien mendadak mules hebat, jatuh terkulai di lantai, perut semakin mules
hebat sehingga bayi lahir spontan di lantai. Kebetulan saat itu lewat seorang
perawat yang segera memberikan pertolongan, bayi dibersihkan mulut dan hidungnya
dan menangis kuat, salah seorang perawat lain memanggi bidan jaga dari kamar
bersalin dan mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya.
Di RS daerah di
Jawa Timur sebuah IGD menerima ambulan
yang membawa pasien terluka parah yang mengalami perampokan saat berkendara,
hasil pemeriksaan di IGD diduga mengalami perdarahan di otak dan harus segera
di operasi untuk menyelematkan nyawanya. Identitas pasien tidak ada, keluarga
dan teman tidak ada, pasien dalam kondisi tidak sadar, dokter akan segera
mengoperasi tidak bisa mengambil keputusan karena identitas, keluarga atau
teman tidak ada.
Konsep Pembuatan Keputusan Etik
Perlu
dijelaskan beberapa hal penting antara lain sebagai berikut :
a.
Bahwa pembuatan keputusan atas dilema etik
dipengaruhi oleh banyak faktor.
b.
Bahwa sejalan dengan perubahan dunia maka banyak
dilema etik baru muncul, sementara dilema lama tetap saja eksis.
c.
Bahwa salah satu perubahan terbesar dunia
sekarang ini adalah kemajuan di bidang ilmu dan teknologi terutama dalam bidang
pelayanan kesehatan, yang sering meninggalkan jauh di belakang kemmpuan etika
dan hukum dalam mengatasi problem yang ditinggalkan oleh kemajuan itu.
Merujuk pada
kondisi lampau dan kini maka orang terutama para profesional, harus mampu untuk
:
a.
Mengidentifikasi faktor-faktor penting yang
dapat mempengaruhi pembuatan keputusan yaitu :
-
Faktor sosio-budaya
-
Faktor kemajuan ilmu dan teknologi
-
Faktor isu-isu hukum
-
Faktor perubahan status pekerja di bidang
kesehatan
-
Faktor keterlibatan konsumen dalam pelayanan
kesehatan
b.
Mengaplikasikan keempat prinsip moral dasar
kesehatan dalam setiap pembuatan keputusan
Menurut Beauchamp and Childress
(1983) keempat prinsip moral tersebut terdiri dari :
a. Beneficence ( to do good)
b. Nonmaleficence (to do no harm)
c. Autonomy dan
d. Justice
Sedangkan menurut Catalano,
keempat prinsip moral tersebut meliputi :
a.
Beneficence
b.
Fidelity
c.
Autonomy
dan
d.
Justice
Model Pembuatan Keputusan Etik
Ada banyak
model yang ditawarkan para ahli dalam pembuatan keputusan etik di tengah-tengah
kasus dilema etik, akan diuraikan sebuah model yang diajukan oleh JohnStone.
Johnstone
menganjurkan agar dilema moral/ problem moral/ dilema etik diselesaikan dengan
pendekatan lima langkah yaitu :
a.
Menilai situasinya
b.
Mengenal dan menentukan problem moralnya
c.
Menetapkan tujuan serta merancang tindakan yang
sesuai
d.
Melaksanakan tindakan yang telah dirancang
e.
Mengevaluasi hasilnya
Untuk memahami
model lima langkah Johnstone perlu
diberikan contoh sebagai berikut :
Seorang
perempuan muda yang sedang hamil 2 bulan datang ke bagian bedah sebuah RS di
kotanya untuk memeriksakan benjolan pada payudara yang makin membesar. Dalam
pemeriksaan dokter ternyata benjolan tersebut merupakan kanker payudara yang
masih mungkin dioperasi (operable).
Tindakan medis apa yang menurut etika pantas atau dapat dibenarkan. Dilema
medik apa yang mungkin timbul ?
INFORMED CONSENT PADA PASIEN EMERGENSI
1.
Jika keadaan pasien masih memungkinkan maka informed consent tetap penting, tetapi bukan prioritas.
2.
Meski penting, namun pelaksanaannya tidak boleh menjadi penghambat atau penghalang dilakukannya tindakan pertolongan penyelamatan (emergency care).
3.
Permenkes,
UUPK dan UURS menyatakan bahwa dalam kondisi emergensi tidak diperlukan informed consent.
4.
Berbagai
yurisprudensi di negara maju menunjukkan hal yang sama, bahwa tindakan emergency care dapat dilakukan tanpa informed consent.
5.
Kasus
Mohidin (Sukabumi), hakim membenarkan dokter mencopot mata pasien untuk menyelamatkan mata yang masih sehat tanpa informed consent (karena
cacat dalam prosedur) atas dasar teori sympatico optalmia.
DILEMA ETIK INTERNASIONAL
1.
What to do When There Aren’t Enough Beds in the
PICU
Dr A, the
attending physician on the pediatric surgical team, calls the pediatric
intensive care unit (PICU) to schedule a patient with mitral valve stenosis for admission to the pediatric
intensive care unit for monitoring during the surgical stay. The director of
the PICU Dr L tells Dr A that she will have to get back to him about availability
because beds are fully occupied. (AMA journal of Ethics, February 2017)
2.
Can A Minor Refuse Assent for Emergency Care?
Dr. Mc Kinney is
working in the emergency departement when an ambulance arrives with a frantic
12 year old girl, Micah, and her 8 year old sister,Gracia. The paramedic
quickly repport that the girls were home alone when Gracia found Micah sitting
on the Bathroom floor screaming and covered in blood. No one has yet been able
to contact the girls’ parents. Micah is so frantic that she is unable to give
Dr McKinney any medical history. ( AMA journal of
Ethics, october 2012)
3.
What Should Physicians Do When They
Disagree,Clinically and Ethically, with a Surrogate’s whishes?
Charles is a
resident in the ICU. He meets a patient,a man whohas a medicalhistory of
Hypertension, Atrial fibrilation ,Mitral valverepair,chronic Kidney dissease
and two failed kidney transplants. He developed kidneyfailure and subsequently
progresses to shock and heart failure, requiring continuous dialysis and
ICUcare. He began toshow signs of ICUdeliriumvery early on and refused surgical
interventions.
The patient’s
wife, who was present in the ICU,was informed as he became increasingly
delirious that her husband likely had limited time left,but she left the
roomduring the discussion and refusedto participate. Her husbandrapidly
decompensated. Nevertheles,shhe insisted on the continuation of intensive
medicalcare.” Why does everyone keep talking abaut the negative?” She said. She
refused palliative care involvement.
(AMA journal of
Ethics, june 2017)
4.
PsychiatricPatient Disposition in the Emergency
Departement.
Mr.Pa42 year old
Caucasian male was brought to the emergency departement by ambulance with chief
complaint. “I was in the pharmacy and became paranoid and very anxious and asked
the pharmacist to call 911” . Mr.P had been discharged from another hospital earlier
in the day following a three week hospitalization for paranoid thoughts and
suicidal ideation with a plan follow up in the community by the Assertive
Community treatment (ACT) team and community services as he is homeless and has
no source of informal support from family or friends.
(Online journal
of Health Ethics, 2007)
5.
An Ethical Dilemma in trauma care : A case
presentation.
Mr.D was a 57
year old man involved in a motor vehicle crash as an unrestrained driver.He
sustained multiple injuries : left pneumothorax, concussion, and multiple
fractures including nasal, pelvis, left rib and lumbar spine fractures
complicated by alcohol intoxication (blood alcohol level 229mg/dl). Past
medical and surgical history were significant for splenectomy.
The surgeon
explained Mr.D that delay would increase the need for open chest surgery as
well as increase the risk for sepsis, respiratory and renal failure,heart
attack and death. The patient refused from lack of either understanding or
obstinance. The physician suspected lack of capasity in decission making and
consulted behavioural medicine for evaluation. The Psychiatrist’s initial
evaluation revealed an angry patient without family or friends. Discussion
revealed the patient did not have the capacity to understand the gravity of his
current medical situation.
(Journal of
Nursing Education and Practice, 2014)
6.
How to Communicate Clearly about Brain Death and
first Person Consent to Donate.
Michael is
ahealthy 21 year old man whois brought by ambulance toan Edafter amotor vehicle
accident. His family is devastated whenhe falls into a coma, is put on
ventilator, and three days later is declared brain-dead by two physicians. Dr.A
, the attending trauamaphysicians on service in the ICUthat week, explain to
Michael’s parents the unlikelihood of his recovering and initiates a discussion
about whether and for how long the family would like to continuou life sustaining
care. Michael’s parents are distraught over the idea of stopping it. His mother
says “ How can you even suggest discontinuing care? His heart is still beating,
he still has life energy inside of him,and you want us to kill him ?”
(American
MedicalAssociation Journal of Ethics,February 2016)
7.
Snake bite : EthicoMedicolegal Significance.
A middle aged
woman died while being transported from a local hospital to a tertiary care
hospital following a snake bite. She was brought to the hospital with symptom suggestive
of neurotoxin poisoning and anti snake venom was given at the local hospital.
The patient developed shortness of breath and she was transferred to a tertiary
care hospital for further ventilator support, but the patient was pronounced
dead on the way after two hours of the bite. Bite mark with two fangs was found on the left upper part of the
breast. Inflammatory sign were found arroud the bite mark with necroses and
blister formation. Role ethical dilemas, role of non availability of species
specific antivenom and efficacy of common anti snake venom should be further
studied before giving opinios regarding potential negligence. (Postgraduate
trainee, Professor, Departemenof Forensic Medicine, Faculty of Medical
Sciences, University of Sri Jayewardenepure)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar