Senin, 03 September 2018

HUKUM REKAM MEDIK DAN INFORMED CONSENT



TUGAS INDIVIDU
HUKUM REKAM MEDIK DAN INFORMED CONSENT


DOSEN : Dr. dr. MC. Inge Hartini, M.Kes







Disusun oleh:
Tiazh Oktaviani                            17.C2.0020


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2018

HUKUM REKAM MEDIK DAN INFORMED CONSENT

1.      Apa yang disebut dengan informed consent ?
Istilah dari informed consent berasal dari bahasa latin yaitu “consensio, consentio” kemudian dalam bahasa ingris menjadi “consent” yang diterjemahkan kedalam bahasa indonesia yang artinya persetujuan, izin (perjanjian yang memiliki sanksi hukum), menyetujui, memberi izin (persetujuan, wewenang) kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
            informed consent sesuai dengan izin (consent) atau pernyataan setuju dari seorang pasient atau klien dalam pemeriksaan kesehatannya yang diberikan secara bebas dan rasional dalam artian seseorang dalam kondisi yang sadar, sesudah mendapat kan penjelasan tindakan oleh tenaga kesehatan dan sudah dimengerti oleh disirinya. Dan dalam pelaksanaan informed consent ini merupakan tindakan medik yang sekali selesai (a process, not a one-off event). Mengapa demikian, karena seorang pasient dapat membatalkan persetujuannya tersebut. Maka apabila ada keragu-raguan, sebaiknya memastikan dahulu sebelum tindakan medik itu dilakukan.
            Istilah lain yang sering digunakan untuk dipergunakan menggantikan informed consent adalah “real consent” dalam arti konsen yang sungguh-sungguh benar arti bahasa dengan tenaga kesehatn dan pasient atau klien nya sudah terdapat satu temu pikir atau dalam satu persepsi (consensus meeting of mind) dan persetujuan mengenai tindakan yang hendak dilakukan serta pasient atau klien mengerti dengan apa yang diinformasikan oleh tenaga kesehatan.
            Istilah dalam beberapa negara tentu sangat berbeda, informed consent dalam negera balanda contohnya disana menyebutnya dengan “geinformeerde toetemming” yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia mengandung arti izin atau persetujuan yang diberikan sesudan memperoleh informasi. Istilah lain di negara jerman  informed consent “ aufkarungspflicht” atau kewajiban seorang tenaga kesehatan untuk memberikan penerangan. Dan dalam negara indonesia sendiri menggunakan istilah “persetujuan tindakan medik”. Perkembangan akhir-akhir ini baik di negara jerman atau amerika informed consent mengalami perubahan dan timbul kecenderungan yang membuat penjelasan secara tertulis bahkan dalam hal tertentu informasi yang tertulis diwajibkan oleh hukum.
            Fungsi informed consent itu sendiri :
a.       Promosi dari hak perorangan
b.      Proteksi dari pasien yang subyek
c.       Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan
d.      Menimbulkan rangsangan bagi profesi medis untuk mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri (self secrunity)
e.       Promosi bagi keputusan yang rasional
f.       Keterlibatan masyarakat dalam memajukan prinsib otonomi sebagai satu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan bio-medik (alexander capron)

2.      Hak-hak pasien mana yang dimaksud dalam informed consent ?
Persetujuan medik adalah sebuah hak yang mendasar oleh seorang pasient sebelum dilakukan tindakan medik. Selain ada hak tentu ada kewajiban dari seorang tenaga kesehatan, secara yuridis kewajiban yang dibebankan oleh seorang tenaga kesehatan tentu yang pertama adalah kewajiban untuk memberikan informasi kepada pasient dan kewajiban yang kedua adalah kewajiban untuk memperoleh persetujuan sebelum ia melakukan tindakannya. Secara yuridis pasient juga memiliki hak, yaitu :
a.       Hak untk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan tidakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya
b.      Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukan
c.       Hak untuk memperoleh alternatif lain (jika ada)
d.      Hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan
Proses komunikasi antara tenaga medis dan pasient adalah proses yang sangat penting karenanyabahkan sebuah proses komunikasi yang baik akan memunculkan sebuh faktor “kepercayaan” (trust) yang tentu akan memper erat hubungan antar keduanya. Hubungan antara dokter-pasient adalah berdasarkan kepercayaan (fiduciary relationship).
            Selain itu juga ada unsur manfaat dari segi hukum sewaktu terjadi penggunaan dengan pemberian informasi
3.      Peraturan perundang-undangan mana yang mengatur tentang informed consent ?
Secara yuridis bedanya antara suatu pernyataan dengan kehendak sepihak dan suatu perjanjian. Dalam perjanjian kedua belah pihak terkait pada apa yang diperjanjiakn. Menurut kitab undang-undang hukum pidana pasal 1338, suatu perjanjian dapat dibatalkan atas persetujuan kedua belah pihak. Jika ada pembatalan perjanjian secara sepihak, maka pihak lain dapat menggugat ganti rugi. Namun hal ini ternyata tidak demikian dengan satu persetujuan tindakan medik (oprasi) yang telah ditandatangani oleh pasien. Karena setiap saat pasient dapat membatalkan persetujuan tersebut, asalkan sebelum oprasi dimulai, tanpa sang dokter tidak berbuat apa-apa.
            Dimana diatur mentri tentang informed consent didalam peraturan mentri kesehatan No.585/Menkes/per/IX/1989 tanggal 4 september 1989 tentang persetujuan tindakan medik. Peraturan mentri tersebut diatur dalam :
a.       Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pada pasal 53 ayat 2 dan pada penjelasannya
b.      Di dalam peraturan pemerintah No.18 tahun 1981 tentang bedah mayat. Anatomis serta transpalasi alat atau jaringan tubuh manusia pada pasal 15 yang mengatur mengenal jaringan donor hidup.
Yang menjadi dasar hukum inform konsent adalah :
a.       Hubungan dokter-pasient berdasarkan atas kepercayaan. Hal ini mengandung arti bahasa yang diberikan kepercayaan harus dilakukan jujur dan tidak menyalahgunakan. Ia pun berkewajiban untuk mengungkapkan fakta yang sebenernya, seorang dokter yang dengan sengaja dan tanpa alasan yang sah tidak mengungkapkan hal yang akan menjadi dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan pasien, bisa dipersalahkan oleh hukum.
b.      Hak pasient untuk menentukan apa yang dikehendaki terhadap dirinya sendiri. (liat Bab X – Yurisprudensi kasus No.1 : scioendorf v. Society of New York Hospital, 1941;
Kasus No.6 : Natanson v. Kline, 350 p.2d 1093, Kan.1960).
c.       Adanya hubungan kontrak terapeutik antara dokter dan pasient. Dengan demikian maka sudah logis bila pasien sebagai salah satu pihak juga harus mengetahui tindakan medik apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya.
Di indonesia sendiri dasar hukum atau undang-undang yang mengatur inform consent itu sendiri ada :
a.       Undang-undang Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun  2004
b.      Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
c.       Undang-undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
d.      Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
e.       Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
f.       Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/per/III/2008 tentang Rekam Medis
g.      Peraturan Menteri kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
h.      Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien
4.      Ada berapa jenis informed consent ?
Bentuk informed consent bisa dibagi dua :
a.       Dinyatakan (expressed)
1)      Secara lisan (oral)
2)      Secara tertulis (writteri)
b.      Tersirat atau dianggap diberikan (implied or tacit consent)
1)      Dalam keadaan terbiasa (normal or constutive consent)
2)      Dalam keadaan gawat darurat ( emergency)
5.      Apa sanksi nya bila tindakan medik invasif dilakukan tanpa informed consent ?
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan. Untuk itu, sebagai calon dokter gigi, perlu untuk mengetahui tentang aspek hukum informed consent. Selain itu perlu pula mengetahui isi dari informed consent serta format informed consent yang sah secara hukum.
6.      Apa rahasia medik itu ?
Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun masa yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup maupun sudah meninggal. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1996 pasal 1, pasal 2, pasal 3.
Rahasia kedokteran ini meliputi 2 hal yaitu :
a.       Rahasia pekerjaan
b.      Rahasia jabatan.
Rahasia pekerjaan Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter.
Rahasia jabatan Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai negeri, yang berbunyi : “Bahwa saya akan memegang rahasia sesuai menurut sifat atau menurut perintah harus saya rahasiakan”,
Yang termasuk dalam rahasia kedokteran mencakup aspek moril dan yuridis, tidak hanya mencakup segala sesuatu yang diketahui karena pekerjaannya atau keilmuannya mengenai hal-hal yang diceritakan atau dipercayakan kepada seorang dokter secara eksplisit (permintaan khusus untuk dirahasiakan), tetapi juga meliputi hal-hal yang disampaikan secara implisit (tanpa permintaan khusus), termasuk dalam hal ini segala fakta yang didapatkan dari pemeriksaan penderita, interpretasi untuk menegakkan diagnose dan melakukan pengobatan, dari anamnesa dan pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran.
Rahasia kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi manusia, seperti tertulis dalam United Nation Declaration of Human Right pada tahun 1984 yang intinya menyatakan “Setiap manusia berhak dihargai, diakui, dihormati sebagai manusia dan diperlakukan secara manusiawi, sesuia dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan”. Oleh karena itu pasien dalam menyampaikan keluhan jasmani dan rohani kepada dokter yang merawat, tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaannya akan disampaikan kepada orang lain oleh dokter yang merawat ataupun oleh petugas kesehatan yang bekerjasama dengan dokter tersebut.
Pengungkapan rahasia medis saat ini menjadi isu yang cukup kontroversial dikalangan masyarakat, bahkan di lingkup medis sendiri. Seringkali kewajiban untuk merahasiakan catatan medis seseorang bertabrakan dengan kepentingan umum. Dokter sangat perlu memperhatikan batasan-batasan dalam merahasiakan dan mengungkapkan rahasia medis kepada umum, dimana hal yang dimaksud diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam karya tulis ini kami akan membahas sisi hukum yang berkaitan dengan kewajiban menyimpan rahasia medis, sanksi yang berlaku dan kaitannya dengan pembukaan rahasia kedokteran dalam beberapa hal yang berkaitan dengan tanggungjawab dokter itu sendiri.
Di samping itu profesi kedokteran merupakan suatu profesi kepercayaan dan dianggap sebagai profesi yang mulia, oleh karena pekerjaan yang dilakukan oleh seorang dokter membutuhkan suatu ketelitian yang tinggi dan dapat berakibat fatal. Profesi kedokteran baru dapat berlangsung bila ada kerelaan pasien untuk mengungkapkan keadaan dirinya termasuk hal – hal yang amat pribadi. Akibatnya dapat dikatakan bahwa konstriksi hubungan dokter – pasien adalah berdasarkan azas kepercayaan, artinya dokter percaya bahwa pasien akan mengungkapkan diri seutuhnya sedangkan pasien juga percaya bahwa dokter akan menjaga rahasia yang diketahuinya.
7.      Siapa yang wajib menjaga rahasia medik ?
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1996 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran pasal 3, yang diwajibkan menyimpan rahasia kedokteran adalah tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas di lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang diterapkan oleh Menteri Kesehatan.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 2, tenaga kesehatan terdiri dari :
a.       Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi.
b.      Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan.
c.       Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
d.      Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
e.       Tenaga gizi, meliputi nutrisionis dan ditisien.
f.       Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis, okupasioterapis, dan terapis wicara.
g.      Tenaga keteknisian medis, meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi, dan perekam medis.
Berpuluh-puluh abad yang lalu hal tentang wajib simpan rahasia kedokteran sudah dicanangkan oleh Hippocrates dalam sumpahnya yang hingga kini tetap dianut dan menjadi dasar dari kode etik kedokteran di seluruh dunia yang tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing negara.
Rahasia kedokteran merupakan suatu hal yang secara intrinsik bertalian dengan segala pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran secara menyeluruh. Oleh karena itu harus kita sadari bahwa semua orang yang dalam pekerjaannya bergaul dengan orang sakit atau sedikitnya mengetahui keadaan orang sakit, tetapi tidak atau belum mengucapkan sumpah atau janji secara resmi, maka sudah sepantasnya berkewajiban dan menjunjung tinggi rahasia rahasia kedokteran tersebut.
Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat dalam lafal sumpah dokter yang berbunyi : “Saya bersumpah /berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter”
8.      Peraturan perundang-undangan mana yang mengatur tentang rahasia medik/rahasia jabatan ?
Bahwa rekam medis wajib dijaga kerahasiannya, dapat kita jumpai dalarn beberapa peraturan, yaitu :
a.       Pasal 11 PP Republik Indonesia Nomor : 749/MENKES/PERlXI1/1989 Tentang Rekam Medis/Medical Records, Yang berbunyi :
“Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiannya”.
b.      Bab IV butir 2 Keputusan DIR-JEN Pelayanan Medik Nomor 78/Yan.Med./RS.UM.DIK/YMU/I/91 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Rekam Medik / Medical Record di Rumah Sakit, yang berbunyi : “Isi rekam medis adalah milik pasien yang wajib dijaga kerahasiannya”.
Untuk melindungi kerahasiaan tersebut, maka dibuat ketentuan sebagai berikut :
1)      Hanya petugas rekam medis yang diijinkan masuk ruang penyimpanan berkas rekam medis.
2)      Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi rekam medis untuk badan-badan atau perorangan, kecuali yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3)      Selama penderita dirawat, rekam medis menjadi tanggung jawab perawat ruangan dan menjaga kerahasiannya.
c.       asal 5 Kode Etik profesi Rekam medis, yang berbunyi :
“Setiap pelaksana rekam medis dan informasi kesehatan selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan haklkerahasiaan perorangan pasien dalam memberikan informasi yang terkait dengan identitas individu dan social”.
d.      Pasal 22 PP Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, Ayat (1) yang berbunyi :
“Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien “.
9.      Apa sanksinya jika kita membuka rahasia medik ?
sanksi pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan Rekam Medis yang ditinjau dari Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Rekammedismerupakanberkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,  tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis ditetapkan dalam Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis/ Medical Record (selanjutnya disebut Permenkes Rekam Medis). Keberadaan rekam medis diperlukan dalam sarana pelayanan kesehatan, baik ditinjau dari segi pelaksanaan praktek pelayanan kesehatan maupun dari aspek hukum.
Dari uraian diatas maka yang menjadi permasalahan adalah tentang  bagaimana peranan rekam medis sebagai alat bukti di pengadilan. Dalam skripsi ini turut pula dibahas mengenai sanksi pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan rekam medis pasien yang ditinjau dari Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Sifat kerahasiaan isi rekaman medis di samping merupakan hak bagi pasien, juga merupakan kewajiban bagi tenaga kesehatan untuk menyimpan rahasia jabatan. Sanksi pelanggaran yang dapat dikenakan Pasal 79 butir c Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengancam sanksi pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah). Kewajiban memegangteguh rahasia jabatan merupakan syarat yang senantiasa harus dipenuhi untuk menciptakan suasana percaya mempercayai yang  mutlak diperlukan dalam hubungan dokter pasien.
Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan setelah pasien itu meninggal. Rekam medis pasien yang menjadi rahasia kedokteran artinya tidak dapat dibuka pada keadaan tertentu tanpa dianggap melanggar etika maupun hukum. Akan tetapi dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
10.  Kapan bila mana rahasi medik itu boleh dibuka ?
terdapat beberapa alasan bagi dokter untuk membuka rahasia kedokteran, hal tersebut diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”) dan Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis (“Permenkes 269/2008”), yang masing-masing berbunyi demikian:
Pasal 48 UU Praktik Kedokteran:
a.       Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
b.      Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
c.       Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri
Pasal 10 ayat (2) Permenkes 269/2008: Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: untuk kepentingan kesehatan pasien;
a.       memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;
b.       permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
c.        permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
d.       untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.
Dari dua pasal di atas, terlihat bahwa selain hal-hal di atas dokter tidak dapat membuka rahasia kedokteran. Namun dalam permasalahan ini, guna kepentingan terbaik bagi anak maka dokter dapat memberitahukan orang tua atau wali anak tersebut untuk kemudian orang tua atau wali tersebut melaporkan pada Pihak Kepolisian.
Bagi seseorang yang belum dewasa, dokter dapat memberitahukan hasil pemeriksaan pada walinya atau orangtuanya karena bukan hanya karena seorang anak belum cakap, namun juga terdapat konsekuensi psikologis bagi anak tersebut. Wali atau orangtua tersebut setelah mengetahui adanya tanda-tanda kekerasan seksual pada anak mereka dapat melaporkan pada Pihak Kepolisian. Definisi wali sendiri diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah:
“Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak” Bila anak tersebut diasuh oleh orang tuanya maka beritahukanlah tanda-tanda kekerasan seksual tersebut pada orang tuanya. Dalam perkara tersebut, berdasarkan keterangan dokter, orang tua dapat melaporkan kekerasan seksual yang terjadi pada anaknya kepada Pihak Kepolisian untuk diadakan penyidikan dan visum.
Dalam perkara ini, terdapat peran dokter yang memeriksa pertama kali tersebut. Dokter yang pertama kali mengetahui tanda-tanda kekerasan seksual pada anak tersebut dapat didatangkan untuk dijadikan saksi. Ketika dokter dihadapkan sebagai saksi, dokter dapat mengutarakan apa yang diketahuinya terkait pasien (anak) tersebut. Namun dokter tersebut juga mempunyai hak undur diri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi:“Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka”.
11.  Apa yang disebut dengan rekam medik ?
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan kesehatan.
Bentuk Rekam Medis dalam berupa manual yaitu tertulis lengkap dan jelas dan dalam bentuk elektronik sesuai ketentuan.
Rekam medis terdiri dari catatan-catatan data pasien yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Catatan-catatan tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi pasien karena dengan data yang lengkap dapat memberikan informasi dalam menentukan keputusan baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau dokter gigi diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku.
12.  Peraturan perundang-undangan mana yang mengatur tentang rahasia medik ?
a.       Pasal 48 ayat (3) UU No. 29/2004 dan pasal 5 Permenkes 269 tahun 2008  menentukan bahwa rekam medis harus ditulis nama, tanggal dan dibubuhi tandatangan petugas yang memberi pelayanan
b.      Pasal 13 Permenkes No 269 tahun 2008 menyebutkan salah satu fungsinya sebagai bahan pembuktian
13.  Apa kewajiban tenaga kesehatan terhadap kesatuan rekam medik ?
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis seorang tenaga kesehatan bertanggungjawab atas adanya kesatuan rekam medik kerenanya menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan Berdasarkan aspek-aspek tersebut , maka rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat luas yaitu :
a.       Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil bagian dalam memberikan pelayanan kesehatan
b.      Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikankepada seorang pasien
c.       Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan , perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di Rumah sakit
d.      Sebagai bahan yang berguna untuk analisa , penelitian dan evaluasi terhadap program pelayanan serta kualitas pelayanan
Contoh : Bagi seorang manajer :
Berapa banyak pasien yang dating ke sarana kesehatan kita ?
baru dan lama ?
Distribusi penyakit pasien yang dating ke sarana kesehatan kita
Cakupan program yang nantinya di bandingkan dengan target program
e.       Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, sarana kesehatan maupun tenaga kesehatan yang terlibat
f.       Menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk keperluan pengembangan program , pendidikan dan penelitian
g.      Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan kesehatan
h.      Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta bahan pertanggungjawaban dan laporan
14.  Apa manfaat rekam medik ?
Dalam audit medis, umumnya sumber data yang digunakan adalah rekam medis pasien, baik yang rawat jalan maupun yang rawat inap. Rekam medis adalah sumber data yang paling baik di rumah sakit, meskipun banyak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan rekam medis adalah sering tidak adanya beberapa data yang bersifat sosial-ekonomi pasien, seringnya pengisian rekam medis yang tak lengkap, tidak tercantumnya persepsi pasien, tidak berisi penatalaksanaan “pelengkap” seperti penjelasan dokter dan perawat, seringkali tidak memuat kunjungan kontrol pasca perawatan inap, dll.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/per/III/2008 tentang Rekam Medis memiliki 5 manfaat yaitu :
a.       Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
b.      Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
c.       Bahan untuk kepentingan penelitian
d.      Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan
e.       Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 5 manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:
a.       Adminstratlve value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan.
b.       Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan
c.       Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien
d.      Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan.
e.       Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.
Manfaat rekam medis menurut kongsil kedokteran antara lain:
a.       Meningkatan Kualitas Pelayanan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap sehingga meningkatkan kualitas pelayanan dan pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.serta melindungi tenaga medis.
b.      Pembiayaan yaitu sebagi petunjuk dan bahan untuk perhitungan dan menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan serta dapat digunakan sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
c.       Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik yaitu sebagai alat bukti tertulis utama, untuk menyelesaikan masalah hukum, disiplin dan etik.
d.      Pendidikan dan Penelitian yaitu sumber  informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bahan informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
e.       Pengobatan Pasien sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit, merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan oleh tenaga kesehatan kepada pasien.
f.       Statistik Kesehatan yaitu sebagai bahan statistik kesehatan untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan menentukan jumlah penderita penyakit tertentu.
15.  Apa hubungan informed consent, rekam medik dan rahasia jabatan ?
Di Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed consent” melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang “Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan “informed consent” karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.
Baru sekitar tahun 1988 di Indonesia ada peraturan dan pedoman bagi para dokter untuk melaksanakan konsep informed consent dalam praktek sehari-hari yaki berupa fatwa PB. IDI No. 319/PB/A.4/88 tentang informed consent, yang kemudian diadopsi isinya hampir sebagian besar oleh Permenkes No. 585 Tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medik.
Dengan adanya peraturan Permenkes No.585 Tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medik, maka peraturan tersebut menjadi aturan pelaksanaan dalam setiap tindakan medis yang berhubungan dengan persetujuan dan pemberian informasi terhadap setiap tindakan medik. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap tindakan medik harus ada persetujuan dari pasien yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permenkes No.585 Tahun 1989, yang berbunyi “semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan”.
Adanya pengaturan mengenai informed consent yang terdapat dalam Permenkes No.585 Tahun 1989 tersebut juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang terdapat pada Pasal 45 ayat (1) sampai (6) yang berbunyi:
Pasal 45 ayat
(1): Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gig iyang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) : Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. (3) : Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
a.       diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b.      tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c.       alternatif tindakan lain dan risikonya;
d.      risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e.       prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
(4) : Persetujuan sebagaimana dimaksud padaf ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
(5) : Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
(6) : Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (30), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri
Dari Ketentuan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran tersebut terutama pada pasal 45 ayat (6) menyebutkan bahwa pengaturan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran (informend consent) diatur oleh peraturan menteri yaitu Permenkes No.585 Tahun 1989.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar