TUGAS INDIVIDU
HUKUM REKAM MEDIK DAN INFORMED CONSENT
DOSEN : Dr. dr. MC. Inge Hartini, M.Kes
Disusun
oleh:
Tiazh Oktaviani 17.C2.0020
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2018
HUKUM REKAM
MEDIK DAN INFORMED CONSENT
1.
Apa yang disebut dengan informed consent ?
Istilah dari
informed consent berasal dari bahasa latin yaitu “consensio, consentio”
kemudian dalam bahasa ingris menjadi “consent” yang diterjemahkan kedalam
bahasa indonesia yang artinya persetujuan, izin (perjanjian yang memiliki
sanksi hukum), menyetujui, memberi izin (persetujuan, wewenang) kepada
seseorang untuk melakukan sesuatu.
informed consent sesuai dengan izin
(consent) atau pernyataan setuju dari seorang pasient atau klien dalam
pemeriksaan kesehatannya yang diberikan secara bebas dan rasional dalam artian
seseorang dalam kondisi yang sadar, sesudah mendapat kan penjelasan tindakan
oleh tenaga kesehatan dan sudah dimengerti oleh disirinya. Dan dalam
pelaksanaan informed consent ini merupakan tindakan medik yang sekali selesai
(a process, not a one-off event). Mengapa demikian, karena seorang pasient
dapat membatalkan persetujuannya tersebut. Maka apabila ada keragu-raguan,
sebaiknya memastikan dahulu sebelum tindakan medik itu dilakukan.
Istilah lain yang sering digunakan
untuk dipergunakan menggantikan informed consent adalah “real consent” dalam
arti konsen yang sungguh-sungguh benar arti bahasa dengan tenaga kesehatn dan
pasient atau klien nya sudah terdapat satu temu pikir atau dalam satu persepsi
(consensus meeting of mind) dan persetujuan mengenai tindakan yang hendak
dilakukan serta pasient atau klien mengerti dengan apa yang diinformasikan oleh
tenaga kesehatan.
Istilah dalam beberapa negara tentu
sangat berbeda, informed consent dalam negera balanda contohnya disana
menyebutnya dengan “geinformeerde toetemming” yang kalau diterjemahkan ke dalam
bahasa indonesia mengandung arti izin atau persetujuan yang diberikan sesudan
memperoleh informasi. Istilah lain di negara jerman informed consent “ aufkarungspflicht” atau
kewajiban seorang tenaga kesehatan untuk memberikan penerangan. Dan dalam
negara indonesia sendiri menggunakan istilah “persetujuan tindakan medik”.
Perkembangan akhir-akhir ini baik di negara jerman atau amerika informed
consent mengalami perubahan dan timbul kecenderungan yang membuat penjelasan
secara tertulis bahkan dalam hal tertentu informasi yang tertulis diwajibkan
oleh hukum.
Fungsi informed consent itu sendiri
:
a.
Promosi dari hak perorangan
b.
Proteksi dari pasien yang subyek
c.
Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan
d.
Menimbulkan rangsangan bagi profesi medis untuk
mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri (self secrunity)
e.
Promosi bagi keputusan yang rasional
f.
Keterlibatan masyarakat dalam memajukan prinsib otonomi
sebagai satu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan
bio-medik (alexander capron)
2.
Hak-hak pasien mana yang dimaksud dalam informed consent ?
Persetujuan
medik adalah sebuah hak yang mendasar oleh seorang pasient sebelum dilakukan
tindakan medik. Selain ada hak tentu ada kewajiban dari seorang tenaga
kesehatan, secara yuridis kewajiban yang dibebankan oleh seorang tenaga
kesehatan tentu yang pertama adalah kewajiban untuk memberikan informasi kepada
pasient dan kewajiban yang kedua adalah kewajiban untuk memperoleh persetujuan
sebelum ia melakukan tindakannya. Secara yuridis pasient juga memiliki hak,
yaitu :
a.
Hak untk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan
tidakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya
b.
Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang
diajukan
c.
Hak untuk memperoleh alternatif lain (jika ada)
d.
Hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan
Proses komunikasi
antara tenaga medis dan pasient adalah proses yang sangat penting
karenanyabahkan sebuah proses komunikasi yang baik akan memunculkan sebuh
faktor “kepercayaan” (trust) yang tentu akan memper erat hubungan antar
keduanya. Hubungan antara dokter-pasient adalah berdasarkan kepercayaan
(fiduciary relationship).
Selain itu juga ada unsur manfaat
dari segi hukum sewaktu terjadi penggunaan dengan pemberian informasi
3.
Peraturan perundang-undangan mana yang mengatur tentang informed consent ?
Secara
yuridis bedanya antara suatu pernyataan dengan kehendak sepihak dan suatu
perjanjian. Dalam perjanjian kedua belah pihak terkait pada apa yang
diperjanjiakn. Menurut kitab undang-undang hukum pidana pasal 1338, suatu
perjanjian dapat dibatalkan atas persetujuan kedua belah pihak. Jika ada
pembatalan perjanjian secara sepihak, maka pihak lain dapat menggugat ganti
rugi. Namun hal ini ternyata tidak demikian dengan satu persetujuan tindakan
medik (oprasi) yang telah ditandatangani oleh pasien. Karena setiap saat
pasient dapat membatalkan persetujuan tersebut, asalkan sebelum oprasi dimulai,
tanpa sang dokter tidak berbuat apa-apa.
Dimana diatur mentri tentang informed
consent didalam peraturan mentri kesehatan No.585/Menkes/per/IX/1989 tanggal 4
september 1989 tentang persetujuan tindakan medik. Peraturan mentri tersebut
diatur dalam :
a.
Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pada
pasal 53 ayat 2 dan pada penjelasannya
b.
Di dalam peraturan pemerintah No.18 tahun 1981 tentang
bedah mayat. Anatomis serta transpalasi alat atau jaringan tubuh manusia pada
pasal 15 yang mengatur mengenal jaringan donor hidup.
Yang menjadi dasar
hukum inform konsent adalah :
a.
Hubungan dokter-pasient berdasarkan atas kepercayaan. Hal
ini mengandung arti bahasa yang diberikan kepercayaan harus dilakukan jujur dan
tidak menyalahgunakan. Ia pun berkewajiban untuk mengungkapkan fakta yang
sebenernya, seorang dokter yang dengan sengaja dan tanpa alasan yang sah tidak
mengungkapkan hal yang akan menjadi dasar pertimbangan untuk mengambil
keputusan pasien, bisa dipersalahkan oleh hukum.
b.
Hak pasient untuk menentukan apa yang dikehendaki
terhadap dirinya sendiri. (liat Bab X – Yurisprudensi kasus No.1 : scioendorf
v. Society of New York Hospital, 1941;
Kasus No.6 :
Natanson v. Kline, 350 p.2d 1093, Kan.1960).
c.
Adanya hubungan kontrak terapeutik antara dokter dan
pasient. Dengan demikian maka sudah logis bila pasien sebagai salah satu pihak
juga harus mengetahui tindakan medik apa yang hendak dilakukan terhadap
dirinya.
Di indonesia
sendiri dasar hukum atau undang-undang yang mengatur inform consent itu sendiri
ada :
a.
Undang-undang
Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004
b.
Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
c.
Undang-undang
Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
d.
Undang-undang
Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
e.
Undang-undang
Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
f.
Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/per/III/2008 tentang Rekam Medis
g.
Peraturan
Menteri kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran
h.
Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan
Kewajiban Pasien
4.
Ada berapa jenis informed consent ?
Bentuk
informed consent bisa dibagi dua :
a.
Dinyatakan (expressed)
1)
Secara lisan (oral)
2)
Secara tertulis (writteri)
b.
Tersirat atau dianggap diberikan (implied or tacit
consent)
1)
Dalam keadaan terbiasa (normal or constutive consent)
2)
Dalam keadaan gawat darurat ( emergency)
5.
Apa sanksi nya bila tindakan medik invasif dilakukan tanpa informed consent
?
Menurut
PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual
Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB
IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan
informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik
lainnya sebagai saksi adalah penting.
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
Dalam
masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter,
juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata,
hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan. Untuk
itu, sebagai calon dokter gigi, perlu untuk mengetahui tentang aspek hukum
informed consent. Selain itu perlu pula mengetahui isi dari informed consent
serta format informed consent yang sah secara hukum.
6.
Apa rahasia medik itu ?
Rahasia
kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang
diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik
yang menyangkut masa sekarang maupun masa yang sudah lampau, baik pasien yang
masih hidup maupun sudah meninggal. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 10 tahun 1996 pasal 1, pasal 2, pasal 3.
Rahasia
kedokteran ini meliputi 2 hal yaitu :
a.
Rahasia pekerjaan
b.
Rahasia jabatan.
Rahasia
pekerjaan Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan
berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima gelar seorang
dokter.
Rahasia
jabatan Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan
lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai negeri, yang
berbunyi : “Bahwa saya akan memegang rahasia sesuai menurut sifat atau menurut
perintah harus saya rahasiakan”,
Yang
termasuk dalam rahasia kedokteran mencakup aspek moril dan yuridis, tidak hanya
mencakup segala sesuatu yang diketahui karena pekerjaannya atau keilmuannya
mengenai hal-hal yang diceritakan atau dipercayakan kepada seorang dokter
secara eksplisit (permintaan khusus untuk dirahasiakan), tetapi juga meliputi
hal-hal yang disampaikan secara implisit (tanpa permintaan khusus), termasuk
dalam hal ini segala fakta yang didapatkan dari pemeriksaan penderita,
interpretasi untuk menegakkan diagnose dan melakukan pengobatan, dari anamnesa
dan pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran.
Rahasia kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi manusia, seperti
tertulis dalam United Nation Declaration of Human Right pada tahun 1984 yang
intinya menyatakan “Setiap manusia berhak dihargai, diakui, dihormati sebagai
manusia dan diperlakukan secara manusiawi, sesuia dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan”. Oleh karena itu pasien dalam menyampaikan keluhan
jasmani dan rohani kepada dokter yang merawat, tidak boleh merasa khawatir
bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaannya akan disampaikan kepada
orang lain oleh dokter yang merawat ataupun oleh petugas kesehatan yang
bekerjasama dengan dokter tersebut.
Pengungkapan rahasia medis saat ini menjadi isu yang cukup kontroversial
dikalangan masyarakat, bahkan di lingkup medis sendiri. Seringkali kewajiban
untuk merahasiakan catatan medis seseorang bertabrakan dengan kepentingan umum.
Dokter sangat perlu memperhatikan batasan-batasan dalam merahasiakan dan mengungkapkan
rahasia medis kepada umum, dimana hal yang dimaksud diatur dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Dalam karya tulis ini kami akan membahas sisi
hukum yang berkaitan dengan kewajiban menyimpan rahasia medis, sanksi yang
berlaku dan kaitannya dengan pembukaan rahasia kedokteran dalam beberapa hal
yang berkaitan dengan tanggungjawab dokter itu sendiri.
Di samping itu profesi kedokteran merupakan suatu profesi kepercayaan dan
dianggap sebagai profesi yang mulia, oleh karena pekerjaan yang dilakukan oleh
seorang dokter membutuhkan suatu ketelitian yang tinggi dan dapat berakibat
fatal. Profesi kedokteran baru dapat berlangsung bila ada kerelaan pasien untuk
mengungkapkan keadaan dirinya termasuk hal – hal yang amat pribadi. Akibatnya
dapat dikatakan bahwa konstriksi hubungan dokter – pasien adalah berdasarkan
azas kepercayaan, artinya dokter percaya bahwa pasien akan mengungkapkan diri
seutuhnya sedangkan pasien juga percaya bahwa dokter akan menjaga rahasia yang
diketahuinya.
7.
Siapa yang wajib menjaga rahasia medik ?
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1996 Tentang
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran pasal 3, yang diwajibkan menyimpan rahasia
kedokteran adalah tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas
di lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang
diterapkan oleh Menteri Kesehatan.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
pasal 2, tenaga kesehatan terdiri dari :
a.
Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi.
b.
Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan.
c.
Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis
farmasi dan asisten apoteker.
d.
Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiolog
kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan,
administrator kesehatan dan sanitarian.
e.
Tenaga gizi, meliputi nutrisionis dan ditisien.
f.
Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis,
okupasioterapis, dan terapis wicara.
g.
Tenaga keteknisian medis, meliputi radiografer,
radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan,
refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi, dan perekam medis.
Berpuluh-puluh abad yang lalu hal tentang wajib simpan rahasia kedokteran
sudah dicanangkan oleh Hippocrates dalam sumpahnya yang hingga kini tetap
dianut dan menjadi dasar dari kode etik kedokteran di seluruh dunia yang
tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing negara.
Rahasia kedokteran merupakan suatu hal yang secara intrinsik bertalian
dengan segala pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran secara
menyeluruh. Oleh karena itu harus kita sadari bahwa semua orang yang dalam
pekerjaannya bergaul dengan orang sakit atau sedikitnya mengetahui keadaan
orang sakit, tetapi tidak atau belum mengucapkan sumpah atau janji secara
resmi, maka sudah sepantasnya berkewajiban dan menjunjung tinggi rahasia
rahasia kedokteran tersebut.
Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat dalam lafal sumpah
dokter yang berbunyi : “Saya bersumpah /berjanji bahwa saya akan merahasiakan
segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya
sebagai dokter”
8.
Peraturan perundang-undangan mana yang mengatur tentang rahasia
medik/rahasia jabatan ?
Bahwa rekam medis wajib dijaga kerahasiannya, dapat kita jumpai dalarn
beberapa peraturan, yaitu :
a.
Pasal 11 PP Republik Indonesia Nomor :
749/MENKES/PERlXI1/1989 Tentang Rekam Medis/Medical Records, Yang berbunyi :
“Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiannya”.
b.
Bab IV butir 2 Keputusan DIR-JEN Pelayanan Medik
Nomor 78/Yan.Med./RS.UM.DIK/YMU/I/91 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyelenggaraan Rekam Medik / Medical Record di Rumah Sakit, yang berbunyi :
“Isi rekam medis adalah milik pasien yang wajib dijaga kerahasiannya”.
Untuk melindungi kerahasiaan tersebut, maka dibuat ketentuan sebagai
berikut :
1)
Hanya petugas rekam medis yang diijinkan masuk
ruang penyimpanan berkas rekam medis.
2)
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi rekam
medis untuk badan-badan atau perorangan, kecuali yang telah ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3)
Selama penderita dirawat, rekam medis menjadi
tanggung jawab perawat ruangan dan menjaga kerahasiannya.
c.
asal 5 Kode Etik profesi Rekam medis, yang berbunyi
:
“Setiap pelaksana rekam medis dan informasi kesehatan selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan haklkerahasiaan perorangan pasien dalam memberikan informasi yang terkait dengan identitas individu dan social”.
“Setiap pelaksana rekam medis dan informasi kesehatan selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan haklkerahasiaan perorangan pasien dalam memberikan informasi yang terkait dengan identitas individu dan social”.
d.
Pasal 22 PP Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996
Tentang Tenaga Kesehatan, Ayat (1) yang berbunyi :
“Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya
berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi
pasien “.
9.
Apa sanksinya jika kita membuka rahasia medik ?
sanksi pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan Rekam Medis yang ditinjau
dari Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Rekammedismerupakanberkas
yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis ditetapkan dalam Permenkes
Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis/ Medical Record (selanjutnya disebut
Permenkes Rekam Medis). Keberadaan rekam medis diperlukan dalam sarana pelayanan
kesehatan, baik ditinjau dari segi pelaksanaan praktek pelayanan kesehatan maupun
dari aspek hukum.
Dari uraian diatas maka yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana peranan rekam medis sebagai alat
bukti di pengadilan. Dalam skripsi ini turut pula dibahas mengenai sanksi
pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan rekam medis pasien yang ditinjau dari
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Sifat kerahasiaan isi rekaman medis di samping merupakan hak bagi pasien,
juga merupakan kewajiban bagi tenaga kesehatan untuk menyimpan rahasia jabatan.
Sanksi pelanggaran yang dapat dikenakan Pasal 79 butir c Undang-undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengancam sanksi pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta
rupiah). Kewajiban memegangteguh rahasia jabatan merupakan syarat yang
senantiasa harus dipenuhi untuk menciptakan suasana percaya mempercayai yang mutlak diperlukan dalam hubungan dokter pasien.
Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien bahkan setelah pasien itu meninggal. Rekam medis pasien yang menjadi
rahasia kedokteran artinya tidak dapat dibuka pada keadaan tertentu tanpa
dianggap melanggar etika maupun hukum. Akan tetapi dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
10. Kapan bila mana rahasi medik
itu boleh dibuka ?
terdapat beberapa alasan bagi
dokter untuk membuka rahasia kedokteran, hal tersebut diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”) dan Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan
No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis (“Permenkes 269/2008”), yang masing-masing berbunyi demikian:
Pasal 48 UU Praktik Kedokteran:
a.
Setiap dokter atau dokter
gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
b.
Rahasia kedokteran dapat dibuka
hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak
hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
c.
Ketentuan lebih lanjut
mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri
Pasal 10 ayat (2) Permenkes 269/2008: Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: untuk
kepentingan kesehatan pasien;
a.
memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah
pengadilan;
b.
permintaan
dan/atau persetujuan pasien sendiri;
c.
permintaan
institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
d.
untuk
kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien.
Dari dua pasal di atas, terlihat bahwa selain hal-hal di atas dokter tidak dapat membuka rahasia kedokteran. Namun
dalam permasalahan ini, guna
kepentingan terbaik bagi anak maka dokter dapat memberitahukan orang tua atau wali anak tersebut untuk
kemudian orang tua atau wali tersebut melaporkan pada Pihak Kepolisian.
Bagi seseorang yang belum dewasa, dokter dapat memberitahukan hasil
pemeriksaan pada walinya atau orangtuanya karena bukan hanya karena seorang
anak belum cakap, namun juga terdapat konsekuensi psikologis bagi anak
tersebut. Wali atau orangtua tersebut
setelah mengetahui adanya tanda-tanda kekerasan seksual pada anak mereka dapat
melaporkan pada Pihak Kepolisian. Definisi wali sendiri diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, adalah:
“Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan
asuh sebagai orang tua terhadap anak” Bila anak
tersebut diasuh oleh orang tuanya maka beritahukanlah tanda-tanda kekerasan
seksual tersebut pada orang tuanya. Dalam perkara tersebut, berdasarkan
keterangan dokter, orang tua dapat melaporkan kekerasan seksual yang terjadi
pada anaknya kepada Pihak Kepolisian untuk diadakan penyidikan dan visum.
Dalam perkara ini, terdapat peran dokter yang memeriksa pertama kali
tersebut. Dokter yang pertama kali mengetahui tanda-tanda kekerasan seksual
pada anak tersebut dapat didatangkan untuk dijadikan saksi. Ketika dokter
dihadapkan sebagai saksi, dokter dapat mengutarakan apa yang diketahuinya
terkait pasien (anak) tersebut. Namun dokter tersebut juga mempunyai hak undur
diri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, yang berbunyi:“Mereka yang karena pekerjaan,
harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta
dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang
hal yang dipercayakan kepada mereka”.
11. Apa yang disebut dengan rekam
medik ?
Menurut
PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah berkas
yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil
pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang
dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan
kepada pasien dalam rangka palayanan kesehatan.
Bentuk
Rekam Medis dalam berupa manual yaitu tertulis lengkap dan jelas dan dalam
bentuk elektronik sesuai ketentuan.
Rekam
medis terdiri dari catatan-catatan data pasien yang dilakukan dalam pelayanan
kesehatan. Catatan-catatan tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi pasien
karena dengan data yang lengkap dapat memberikan informasi dalam menentukan
keputusan baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau
dokter gigi diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku.
12. Peraturan perundang-undangan
mana yang mengatur tentang rahasia medik ?
a.
Pasal 48 ayat (3) UU No. 29/2004 dan pasal 5 Permenkes 269 tahun 2008 menentukan bahwa rekam medis harus
ditulis nama, tanggal dan dibubuhi tandatangan petugas yang memberi pelayanan
b.
Pasal 13 Permenkes No 269 tahun 2008
menyebutkan salah satu fungsinya sebagai bahan pembuktian
13. Apa kewajiban tenaga kesehatan
terhadap kesatuan rekam medik ?
Menurut
PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus dimasukkan dalam
Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan dan
rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap
dan gawat darurat dapat membuat rekam medis seorang tenaga
kesehatan bertanggungjawab atas adanya kesatuan rekam medik kerenanya menjadi
sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan Berdasarkan aspek-aspek
tersebut , maka rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat luas yaitu :
a.
Sebagai alat komunikasi antara dokter
dengan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil bagian dalam memberikan
pelayanan kesehatan
b.
Sebagai dasar untuk merencanakan
pengobatan/perawatan yang harus diberikankepada seorang pasien
c.
Sebagai bukti tertulis atas segala
tindakan pelayanan , perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat
di Rumah sakit
d.
Sebagai bahan yang berguna untuk analisa
, penelitian dan evaluasi terhadap program pelayanan serta kualitas pelayanan
Contoh : Bagi
seorang manajer :
Berapa banyak
pasien yang dating ke sarana kesehatan kita ?
baru dan lama ?
Distribusi
penyakit pasien yang dating ke sarana kesehatan kita
Cakupan program
yang nantinya di bandingkan dengan target program
e.
Melindungi kepentingan hukum bagi
pasien, sarana kesehatan maupun tenaga kesehatan yang terlibat
f.
Menyediakan data dan informasi yang
diperlukan untuk keperluan pengembangan program , pendidikan dan penelitian
g.
Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya
pembayaran pelayanan kesehatan
h.
Menjadi sumber ingatan yang harus
didokumentasikan serta bahan pertanggungjawaban dan laporan
14. Apa manfaat rekam medik ?
Dalam audit
medis, umumnya sumber data yang digunakan adalah rekam medis pasien, baik yang
rawat jalan maupun yang rawat inap. Rekam medis adalah sumber data yang paling
baik di rumah sakit, meskipun banyak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan
rekam medis adalah sering tidak adanya beberapa data yang bersifat
sosial-ekonomi pasien, seringnya pengisian rekam medis yang tak lengkap, tidak
tercantumnya persepsi pasien, tidak berisi penatalaksanaan “pelengkap” seperti
penjelasan dokter dan perawat, seringkali tidak memuat kunjungan kontrol pasca
perawatan inap, dll.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/Menkes/per/III/2008 tentang Rekam Medis memiliki 5 manfaat yaitu :
a. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
b.
Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
c.
Bahan untuk kepentingan penelitian
d.
Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
dan
e.
Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis
memiliki 5 manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:
a.
Adminstratlve value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan.
b.
Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan
c.
Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan
kesehatan yang harus dibayar oleh pasien
d.
Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan
kedokteran, keperawatan dan kesehatan.
e.
Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan
mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.
Manfaat rekam medis menurut kongsil kedokteran
antara lain:
a.
Meningkatan Kualitas Pelayanan praktik kedokteran
dengan jelas dan lengkap sehingga meningkatkan kualitas pelayanan dan pencapaian
kesehatan masyarakat yang optimal.serta melindungi tenaga medis.
b.
Pembiayaan yaitu sebagi petunjuk dan bahan untuk
perhitungan dan menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan serta dapat
digunakan sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
c.
Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik yaitu
sebagai alat bukti tertulis utama, untuk menyelesaikan masalah hukum, disiplin
dan etik.
d.
Pendidikan dan Penelitian yaitu sumber
informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan
dan tindakan medis, bahan informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian
di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
e.
Pengobatan Pasien sebagai dasar dan petunjuk untuk
merencanakan dan menganalisis penyakit, merencanakan pengobatan, perawatan dan
tindakan medis yang harus diberikan oleh tenaga kesehatan kepada pasien.
f.
Statistik Kesehatan yaitu sebagai bahan statistik
kesehatan untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan menentukan
jumlah penderita penyakit tertentu.
15. Apa hubungan informed consent,
rekam medik dan rahasia jabatan ?
Di
Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai
dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed
consent” melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian
dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang “Persetujuan
Tindakan Medik atau Informed Consent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan
tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan “informed
consent” karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif,
dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya
sebelum tindakan operasi itu dilakukan.
Baru
sekitar tahun 1988 di Indonesia ada peraturan dan pedoman bagi para dokter
untuk melaksanakan konsep informed consent dalam praktek sehari-hari yaki
berupa fatwa PB. IDI No. 319/PB/A.4/88 tentang informed consent, yang kemudian
diadopsi isinya hampir sebagian besar oleh Permenkes No. 585 Tahun 1989 tentang
persetujuan tindakan medik.
Dengan
adanya peraturan Permenkes No.585 Tahun 1989 tentang persetujuan tindakan
medik, maka peraturan tersebut menjadi aturan pelaksanaan dalam setiap tindakan
medis yang berhubungan dengan persetujuan dan pemberian informasi terhadap
setiap tindakan medik. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap tindakan
medik harus ada persetujuan dari pasien yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1)
Permenkes No.585 Tahun 1989, yang berbunyi “semua tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan”.
Adanya pengaturan mengenai informed consent yang terdapat dalam Permenkes No.585 Tahun 1989 tersebut juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang terdapat pada Pasal 45 ayat (1) sampai (6) yang berbunyi:
Pasal 45 ayat
Adanya pengaturan mengenai informed consent yang terdapat dalam Permenkes No.585 Tahun 1989 tersebut juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang terdapat pada Pasal 45 ayat (1) sampai (6) yang berbunyi:
Pasal 45 ayat
(1): Setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gig iyang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) :
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap. (3) : Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup:
a.
diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b.
tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c.
alternatif tindakan lain dan risikonya;
d.
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
dan
e.
prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan
(4) :
Persetujuan sebagaimana dimaksud padaf ayat (2) dapat diberikan baik secara
tertulis maupun lisan.
(5) : Setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.
(6) : Ketentuan
mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (30), ayat (4) dan ayat (5)
diatur dengan Peraturan Menteri
Dari Ketentuan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran tersebut terutama pada pasal 45 ayat (6) menyebutkan bahwa pengaturan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran (informend consent) diatur oleh peraturan menteri yaitu Permenkes No.585 Tahun 1989.
Dari Ketentuan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran tersebut terutama pada pasal 45 ayat (6) menyebutkan bahwa pengaturan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran (informend consent) diatur oleh peraturan menteri yaitu Permenkes No.585 Tahun 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar